Jakarta - Desakan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi terus disuarakan berbagai pihak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW mengatakan ada 10 konsekuensi yang akan timbul jika Presiden Joko Widodo tidak membuat keputusan untuk menerbitkan perppu tersebut.
"Ada beberapa konsekuensi logis jika kebijakan pengeluaran perppu ini tidak segera diakomodir presiden," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019 seperti dilansir dari Antara.
10 konsekuensi yang dijelaskan ICW antara lain sebagai berikut.
1. Penindakan kasus korupsi akan melambat.
Konsekuensi pertama adalah penindakan kasus korupsi akan melambat. Karena, tindakan pro justicia kata dia, harus melalui persetujuan dari Dewan Pengawas, mulai dari penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan.
2. KPK tidak lagi menjadi lembaga independen
KPK, kata Kurnia tidak lagi menjadi lembaga independen. Hal itu, berdasarkan Pasal 3 UU KPK yang baru, KPK merupakan lembaga negara yang berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
3. Daftar panjang pelemahan KPK
Konsekuensi ketiga berimplikasi pada pandangan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Menurutnya, jika perrpu tidak segera dikeluarkan maka menambah daftar panjang pelemahan KPK.
Sepanjang lima tahun kepemimpinan Jokowi-Kalla, berbagai pelemahan terhadap KPK telah terjadi misalnya penyerangan terhadap Novel Baswedan, pemilihan pimpinan KPK yang dinilai sarat akan persoalan, dan pengesahan UU KPK.
"Bukan tidak mungkin anggapan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi akan disematkan pada pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla," ucapnya.
4. Ingkar janji Nawacita
Jokowi akan dianggap ingkar janji pada Nawacita yang menolak pelemahan negara dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Penurunan Indeks Persepsi Korupsi
Kelima, penurunan Indeks Persepsi Korupsi secara drastis. "Bagaimana mungkin IPK Indonesia akan meningkat jika sektor penegakan hukum, khususnya tindak pidana, yang selama ini ditangani oleh KPK justru bermasalah dikarenakan UU nya telah dilakukan perubahan," tuturnya.
Bukan tidak mungkin anggapan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi akan disematkan pada pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

6. Menghambat iklim investasi
Konsekuensi selanjutnya akan menghambat iklim investasi, karena hal utama untuk menciptakan iklim investasi yang sehat adalah kepastian hukum. Jika KPK dilemahkan secara sistematis, sulit bagi Indonesia untuk bisa memastikan para investor tertarik menanamkan modalnya, di tengah masih maraknya praktik korupsi.
7. Abai terhadap amanat reformasi 1998
Ketujuh, Jokowi akan dinilai mengabaikan amanat reformasi 1998, tentang pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, sebagaimana termaktub dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 pasal 3 ayat (3).
"Menjadi mustahil mewujudkan hal tersebut jika kondisi saat ini menggambarkan adanya grand design dari DPR dan pemerintah untuk memperlemah lembaga anti korupsi Indonesia melalui revisi UU KPK," kata dia.
8. Hilangnya kepercayaan masyarakat
Kurnia mengatakan jika Perppu UU KPK tidak dikeluarkan maka bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat pada pemerintah, terutama mengenai penguatan KPK dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
9. Citra buruk di dunia internasional
Kesembilan, citra Indonesia akan buruk di dunia internasional karena Konvensi PBB Menentang Korupsi (UNCAC) menilai revisi UU KPK akan mengancam prinsip independensi KPK yang bertolak belakang dengan mandat dalam pasal 6 jo pasal 36 UNCAC.
Pasal itu menyebutkan setiap negara harus memastikan keberadaan badan anti korupsi yang khusus dalam mencegah dan memberantas korupsi melalui penegakan hukum yang harus diberikan independensi yang diperlukan serta mampu menjalankan fungsinya secara efektif dan tanpa pengaruh dari hal-hal yang tidak semestinya.
Padahal selama ini, KPK dikenal memiliki reputasi baik di tingkat internasional, antara lain mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award oleh pemerintah Filipina karena dinilai sebagai lembaga independen dan berhasil melakukan upaya pencegahan dan penindakan kejahatan korupsi.
"Dapat dipastikan akan mendapat kecaman dari negara lain yang juga mempunyai konsentrasi sama pada isu anti korupsi," ucapnya.
10. Menghambat program pemerintah
Kejahatan korupsi pada dasarnya menyasar berbagai sektor strategis di Indonesia, mulai dari pangan, infrastruktur, energi dan sumber daya alam, pendidikan serta pajak. Dengan kondisi seperti ini, kata dia, pemerintah seharusnya memikirkan tentang penguatan KPK.
Agar setiap penyelenggaraan program tersebut dapat diikuti dengan penindakan jika ada pihak-pihak yang ingin menyelewengkan dana dan akhirnya menghambat berbagai capaian penting.
"Namun, kondisi saat ini justru bertolak belakang, KPK secara institusi dan kewenangan terlihat sedang dilemahkan oleh DPR dan pemerintah," ujarnya. []