Jakarta - Menjelang akhir tahun 2019, China dikejutkan dengan temuan kasus virus baru yang kemudian dikenal dengan sebutan Covid-19. Virus pertama kali terdeteksi kota Wuhan, Provinsi Hubei, yang menyebabkan kota itu kemudian diisolasi untuk menghindari meluasnya penyebaran.
Namun, kemudian pada 13 Januari 2020, kasus serupa menyebar ke Thailand. Dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan saja, penyebaran virus corona Covid-19 begitu masif, dengan puluhan negara yang sudah terpapar, mulai dari Jepang, Korea Selatan, Italia, Amerika serikat, Jerman, Spanyol dan lainnya.
Baca Juga: Resolusi PBB "Global Solidarity to Fight Covid-19"
Berdasarkan data terbaru, sejak 2 April 2020 pukul 23.08 GMT atau 06.08 WIB sepeti dilaporkan situs independen worldometers, kasus kumulatif positif Covid-19 yang dilaporkan mencapai 1.013.028, dengan kematian sebanyak 52.975 dan yang sembuh sebanyak 212.015. Tercatat sudah 157 negara yang terpapar infeksi virus corona.
Ilustrasi Virus Corona. (Foto: Tagar/Ilustrasi)
Ketika angka kematian terus meningkat, dan rumah sakit sudah banyak yang tak mampu menampung pasien, apakah masih ada negara yang masih terbebas dari virus corona. Jawabannya mungkin mengejutkan, ya ada. Menurut perhitungan BBC berdasarkan data dari Johns Hopkins University, hingga 2 April 2020, ada 19 negara yang belum melaporkan kasus Covid-19.
Ke 19 negara itu yakni Komoro, Kiribati, Lesotho, Malawi, Pulau Marshall, Mikronesia, Nauru. Korea Utara, Palau, Samoa, Sao Tome, Principe, Pulau Solomon, Sudan Selatan, Tajikistan, Tonga, Turkmenistan, Tuvalu, Vanuatu dan, Yaman. Kalangan ahli sepandapat, kemungkinan ada negara yang memiliki kasus tapi tidak dilaporkan. Korea Utara, misalnya, secara resmi berada di angka nol, begitu pula Yaman yang tengah dilanda perang.
Suasana di sebuah kota di Italia saat wabah Covid-19. (Foto: aa.com.tr).
10 Negara yang paling jarang dikunjungi
Namun ada beberapa negara yang memang belum terpapar virus corana. Sebagian besar negara-negara itu merupakan pulau-pulau kecil yang jarang didatangi warga negara asing. Tujuh dari 10 negara yang paling jarang dikunjungi di dunia, sesuai data PBB, bebas dari Covid-19. Keterpencilan itu berarti tidak harus ada peraturan jaga jarak sosial (social distancing) atau jaga jarak fisik (physical distancing). Negara-negara kepulauan kecil ini merupakan isolator mandiri yang asli.
Namun presiden dari negara yang belum terpapar virus corona, Nauru mengaku tidak mau berpuas diri. Bahkan kepada BBC News, ia mengatakan sudah menetapkan status darurat nasional pandemi Covid-19.
Republik Nauru merupakan negara kepulauan di Mikronesia di Pasifik Tengah. Tetangga terdekatnya adalah Pulau Banaba di Kiribati, berjarak 300 kilometer ke timur. Luas negara ini sekitar setengah mil persegi dengan populasi penduduknya kurang lebih sekitar 10.000 orang. Nauru berada di tengah-tengah antara Australia dan Hawai.
Negara kecil yang terapkan darurat nasional
Menurut PBB, Nauru merupakan negara terkecil kedua dalam ukuran wilayah setelah Monako. Untuk jumlah penduduk, paling sedikit di dunia setelah Tuvalu. Nauru merupakan negara yang paling jarang dikunjungi warga asing. Meskipun tidak muncul dalam data PBB terbaru, satu operator tur menyebutkan, negara ini hanya memiliki 160 wisatawan per tahun.

Baca Juga: Jumlah Kasus Covid-19 Global Tembus Angka 1 Juta
Nauru adalah negara PBB terkecil kedua dalam hal tanah (setelah Monako) dan, dengan lebih dari 10.000 orang, yang terkecil kedua dalam hal populasi (setelah Tuvalu). Dengan hanya memiliki satu rumah sakit, tidak ada ventilator dan kekurangan perawat, bisakah negara ini mengatasi risiko bila terpapar virus corona?
Nauru, bukan satu-satunya negara kecil di Pasifik yang memberlakukan darurat nasional pandemi virus corona. Kiribati, Tonga, Vanuatu, dan lainnya juga telah melakukan hal yang sama. Dokter Colin Tukuitona, dari Niue di Pasifik Selatan mengatakan negara-negara kecil itu telah melakukan kebijakan yang benar.
"Negara-negara ini tidak memiliki sistem kesehatan yang kuat. Mereka kecil, mereka rapuh. Banyak yang tidak memiliki ventilator. Jika wabah menimpa, ini akan menghancurkan populasi," kata dr. Tukuitonga.
Dokter Tukuitonga merupakan pakar kesehatan masyarakat, mantan komisioner Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saat ini ia menjadi dekan di Fakultas Kedokteran, Universitas Auckland.[]