Pematangsiantar - Dua dari delapan poin angket yang menyeret Wali Kota Hefriansyah Noor, oleh Panitia Khusus (Pansus) Angket DPRD Kota Pematangsiantar kemungkinan akan diserahkan ke aparat hukum termasuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terungkap melalui Wakil Ketua Pansus Angket DPRD Kota Pematangsiantar Ferry Sinamo, dua hari pasca pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap Hefriansyah di gedung dewan, Sabtu, 23 Februari 2020.
Menurut dia, usai melakukan pemeriksaan terhadap wali kota pada Sabtu lalu, tim angket telah merumuskan poin-poin dugaan pelanggaran. Selain itu, beberapa temuan juga akan diserahkan kepada aparat penegak hukum.
"Ya, semua delapan poin angket kita rumuskan dan serahkan kepada pimpinan DPRD. Kalau dugaan tindakan pidana akan diserahkan kepada penegak hukum. Ya, hasil sabar, nanti akan dibahas di paripurna," ungkap Ferry, Senin 25 Februari 2020.
Direncanakan hari ini, Kamis, 27 Februari 2020 Pansus Angket DPRD Kota Pematangsiantar menyerahkan hasil rekomendasi delapan poin angket kepada pimpinan dewan.
Jadwal itu mundur dari rencana awal, yakni pada 25 Februari lalu. Ferry mengatakan tim angket sedang melakukan konsultasi dengan pakar hukum tata negara sebelum merumuskan delapan poin dugaan penyelewengan jabatan oleh Wali Kota Hefriansyah.
"Bukan tanggal 25, tapi tanggal 27. Ya, kita sedang koordinasi dengan pakar hukum di Kota Medan. Setelah itu nanti tanggal 28 gelaran rapat paripurna untuk membahas angket ini," ungkap Ferry.
Sebelumnya, Ketua Pansus Angket DPRD Rini Silalahi, menyampaikan masalah pergeseran anggaran sebesar Rp 46 miliar dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2018 yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan mangkraknya pembangunan tugu Sang Naualuh akan dibawa ke KPK.
"Ya, kalau memang menjadi tindak pidana kita serahkan ke penegak hukum," kata Rini, Sabtu 22 Februari 2020.
Artinya, apapun keputusan itu harus benar-benar dipatuhi dan dilaksanakan
Akademisi dari Fakultas Ekonomi Universitas Simalungun (USI) Pematangsiantar Dian G Purba, berpendapat pengajuan hak angket merupakan kewenangan DPRD seperti tertuang pada Pasal 20A Ayat (2) Amendemen ke-2 UUD 1945 dan UU MD3 serta PP 12/2018 tentang Tata Tertib DPRD.
Panitia Khusus Angket DPRD Pematangsiantar, usai menggelar rapat internal di ruang rapat gabungan DPRD, Jalan Haji Adam Malik Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. (Foto: Tagar/Anugerah Nasution)
Dia berharap melalui hak angket, DPRD mengutamakan kepentingan masyarakat Kota Pematangsiantar.
"Ya, saya harap DPRD serius dengan tujuan utama hak angket, berdasarkan poin-poin yang sudah diuraikan tuntas, demi kepentingan masyarakat, demi kemajuan Kota Pematangsiantar. Kita percaya bahwa hasil paripurna nanti dapat memuaskan hati masyarakat Kota Pematangsiantar," kata Dian, Rabu, 26 Februari 2020.
Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kota Pematangsiantar May Luther D Sinaga, meminta DPRD dapat menindaklanjuti hasil keputusan angket.
"Artinya, apapun keputusan itu harus benar-benar dipatuhi dan dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku. Kita hormati prosesnya, tapi jangan nantinya ada rekomendasi tidak dijalankan," ungkap Luther.
Penggunaan angket DPRD kepada Wali Kota Pematangsiantar juga pernah terjadi di masa Ir Robert Edison Siahaan.
Dalam rapat paripurna DPRD saat itu memutuskan pemberhentian wali kota berdasarkan hasil kerja pansus angket mengenai pembangunan bangsal rumah sakit yang diselewengkan. Namun rekomendasi itu kemudian ditolak oleh Gubernur Sumatera Utara. Meski akhirnya Siahaan ditahan atas kasus korupsi.
Kepada Hefriansyah pengajuan angket DPRD merupakan kali kedua. Sebelumnya pengajuan angket oleh 22 anggota DPRD atas tuduhan penistaan suku Simalungun pada 2018 lalu.
Usai menguras APBD ratusan juta rupiah, angket DPRD dalam putusannya menyimpulkan Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah Noor terbukti menghina suku Simalungun.
Pansus angket itu merekomendasikan memberhentikan Hefriansyah dari jabatannya sebagai Wali Kota Pematangsiantar. Penandatanganan hasil rekomendasi angket DPRD juga berjalan dramatis.
Ketika itu Ketua DPRD Marulitua Hutapea mendadak sakit. Persetujuan angket pun ditandatangani olehnya di Rumah Sakit Vita Insani Kota Pematangsiantar pada 25 Juli 2018 lalu.
Namun kesimpulan angket itu kandas, di tengah rapat paripurna DPRD yang ditunda selama lima kali. Dari 30 anggota dewan hanya 15 orang yang hadir dengan alasan tidak kuorum, sehingga hasil rekomendasi angket DPRD selesai. []