Bali - Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan, R Sjarief Widjaja, mengatakan akan ada 29 peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang akan dievaluasi, termasuk regulasi soal larangan cantrang. Tujuannya, akselerasi pembangunan kelautan dan perikanan akan dipercapat melalui peraturan yang lebih efesien dan sederhana.
Padahal kita belum tahu sebetulnya kondisi perairan kita itu cocok atau tidak dengan cantrang.
"Selain itu, proses perizinan akan dipercepat dari 14 hari menjadi satu hari," kata Sjarief dalam Workshop Perikanan Berkelanjutan dalam Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi Nasional, yang diselenggarakan Bappenas di Bali, Rabu, 11 Desember 2019.
Sjarief menambahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini membuat lima prioritas unggulan untuk meningkatkan hasil perikanan, baik laut maupun budidaya.
"Pertama, membuka komunikasi, melalui proses komunikasi publik. Kedua, mendorong perikanan budidaya, target dari 160.000 hektar jadi 300.000 hektar, ketiga, mendorong industri perikanan, keempat, mendorong pesisir, dan kelima, membangun kompetensi teknologi perikanan," ucapnya.
Di tempat yang sama, Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM, menyebutkan ada setidaknya 70-an regulasi di tingkat menteri yang mungkin perlu ditinjau. Cantrang salah satu yang dievaluasi.
Sri Yanti mengatakan waktu itu karena ada polemik cantrang, maka untuk mudahnya dikeluarkanlah larangan cantrang. "Padahal kita belum tahu sebetulnya kondisi perairan kita itu cocok atau tidak dengan cantrang. Oleh karena itu kita akan membenahi itu semua agar data dan informasi itu menjadi basis kita melarang atau mengizinkan," katanya.
Soal cantrang, kata Sri Yanti, dari sisi data ada pengaruhnya, tidak membaik secara sporadis. Ia menyebutkan ada daerah yang lebih baik kondisinya setelah cantrang dilarang tapi ada kenyataannya ekspor tidak meningkat dan di pulau-pulau di Jawa tetap saja ada nelayan yang melanggar.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) melalui satuan kerja Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) menyelenggarakan Workshop Perikanan Berkelanjutan dalam Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi Nasional di Bali, 11-12 Desember 2019.
Siaran pers dari biro Humas PPN/Bappenas menyebutkan kegiatan kolaboratif ini membahas isu-isu yang menjadi tantangan serta solusi dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). WPP ini melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, dan sektor industri perikanan untuk menerapkan konsep pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dalam mendukung percepatan pembangunan ekonomi nasional.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan, R Sjarief Widjaja (Foto: Tagar/Fetra Tumanggor)
Workshop ini diharapkan dapat mengeluarkan hasil konkret sebagai masukan kepada Pemerintah dalam mempercepat pembangunan negara, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.
Penentuan arah kebijakan pengelolaan perikanan berdasarkan WPP sebagai basis spasial dalam kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan dimuat dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, khususnya pada Agenda Pembangunan Ketahanan Ekonomi, dimana terdapat Program Prioritas Nasional mengenai Pengelolaan Kelautan dan Kemaritiman.
Hal ini dilandasi karena sektor perikanan turut memberi sumbangan bagi pembangunan nasional mencakup pembangunan ekonomi berupa kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Nasional, penciptaan lapangan pekerjaan serta peningkatan kesejahteraan, maupun ketahanan pangan.
Oleh karenanya pengelolaan sumber daya perikanan juga memerlukan keterlibatan multisektoral dan multi-pemangku kepentingan untuk dapat diimplementasikan secara optimal.
Adapun strategi yang dibangun dalam pengelolaan perikanan berbasis WPP ini ialah (1) Meningkatkan ekosistem kelautan dan pemanfaatan jasa kelautan; (2) penataan ruang laut dan rencana zonasi pesisir; (3) meningkatkan produksi, produktivitas, standarisasi, mutu dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan; (4) meningkatkan fasilitasi usaha, pembiayaan, perlindungan usaha, dan akses pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan skala kecil; serta (5) meningkatkan SDM dan riset kemaritiman dan kelautan serta database kelautan dan perikanan. []