TAGAR.id, Jakarta - Menurut informasi dari idibandungbarat.org, salah satu penyakit yang banyak diderita bagi sebagian wanita di Indonesia adalah mastitis. Mastitis adalah peradangan pada jaringan payudara yang sering terjadi pada ibu menyusui. Kondisi ini dapat disertai oleh infeksi atau tidak, dan biasanya muncul akibat sumbatan saluran laktasi yang menyebabkan stasis ASI (penumpukan ASI) di dalam payudara. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui mengalami mastitis, terutama dalam 6 minggu pertama setelah melahirkan.
IDI Bandung Barat adalah cabang dari organisasi profesi kedokteran yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di wilayah tersebut. IDI Bandung Barat telah berupaya dan berusaha untuk mengedukasi serta memberikan konsultasi gratis untuk mengobati pria atau wanita yang sedang mengalami gangguan kesehatan terutama terkait mastitis.
Ikatan Dokter Indonesia saat ini fokus untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait masalah penyakit mastitis serta pengobatan yang tepat bagi penderitanya.
Apa saja penyebab terjadinya penyakit mastitis?
Dilansir dari laman https://idibandungbarat.org, peradangan pada jaringan payudara yang sering terjadi pada ibu menyusui, tetapi juga dapat dialami oleh wanita yang tidak menyusui atau pria. Berikut adalah penyebab terjadinya mastitis meliputi:
1. Adanya infeksi bakteri
Bakteri Staphylococcus aureus dapat masuk ke jaringan payudara melalui luka yang terjadi pada kulit atau puting susu. Selain itu, sistem kekebalan tubuh wanita lebih lemah, yang menyebabkan mastitis lebih sering terjadi pada wanita.
2. Saluran ASI yang tersumbat
Saluran ASI yang tersumbat adalah penyebab selanjutnya. Ini dapat terjadi karena payudara tidak dikosongkan dengan benar, seperti posisi menyusui yang salah atau proses menyusui yang tidak teratur atau tidak efektif.
3. Kekurangan asupan nutrisi
Untuk menjaga kesehatan, terutama payudara, mengatur dan mengonsumsi makanan bergizi sangat penting. Kekurangan nutrisi pada ibu menyusui dapat menyebabkan mastitis.
4. Penggunaan bra yang terlalu ketat
Bra yang terlalu ketat juga berbahaya bagi kesehatan karena meningkatkan tekanan pada payudara dan mengganggu aliran susu, meningkatkan risiko munculnya mastitis.
5. Kelelahan dan stres
Aktivitas sehari-hari membuat stres dan kelelahan fisik, yang menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi. Penting bagi Anda untuk dapat mengelola stres.
6. Pemasangan implan payudara
Implan payudara adalah alat buatan yang dimasukkan ke dalam payudara untuk memperbaiki bentuk dan ukurannya. Implan payudara dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti memperbesar payudara. Implan payudara biasanya bertahan sekitar 10 tahun, sehingga penggunaan dalam jangka waktu lama tidak disarankan.
7. Kondisi medis tertentu
Faktor terakhir adalah kondisi medis tertentu. Wanita dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita diabetes dan HIV/AIDS, lebih sering mengalami mastitis.
Apa saja obat yang direkomendasikan untuk penyakit mastitis?
IDI Bandung Barat telah merangkum obat yang direkomendasikan untuk mengobati mastitis. Berikut adalah rincian obat yang sering digunakan meliputi:
1. Paracetamol
Paracetamol adalah obat paling baik untuk meredakan nyeri akibat mastitis. Paracetamol mulai bekerja setelah satu jam, dan efeknya sendiri dapat berlangsung selama beberapa jam.
2. Flukloksasilin
Flukloksasilin, antibiotik golongan penisilin, dapat digunakan untuk mengobati infeksi kulit dan jaringan lunak, seperti mastitis. Antibiotik ini memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, penyebab umum mastitis.
3. Dikloksasilin
Dikloksasilin, obat antibiotik penisilin yang diresepkan langsung oleh dokter, dapat digunakan untuk mengobati infeksi bakteri staphylococcus yang menyebabkan mastitis.
4. Terapi Suportif
Untuk meredakan rasa sakit dan meningkatkan aliran ASI, kompres area yang sakit dengan handuk yang sudah direndam air hangat serta pijat lembut diarea yang bengkak.
Penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai pengobatan untuk memastikan pilihan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan individu.