Tata Kelola, Kearsipan dan Keamanan Dokumen Negara
Kesalahan penulisan pada pasal-pasal Undang-Undang Cipta Kerja, di mata saya, bukan sekadar pemberian sanksi atau koreksi atau apapunlah langkahnya. Namun, harus segera diikuti pembenahan mendasar dan menyeluruh di internal Kementerian Sekretariat Negara RI. Harus ada jaminan, yang sampai ke meja Presiden untuk ditandatangani oleh Presiden adalah draft yang final.
Saya jadi berpikir, jangan-jangan demo-demo anarkis dan brutal kemarin, salah satunya dipicu draft UU Cipta Kerja yang salah ini? Miris juga. Bagi saya pribadi, ini bukan sekadar human error, namun lebih pada nihilnya sistem check and re-check, dan kesalahan penulisan pasal-pasal UU Cipta Kerja adalah kesalahan yang sangat fatal.
Saya juga akhirnya mau tidak mau berpikir lebih detail, the detail is the devil, bagaimana dengan tata kelola, pengarsipan dan keamanan dokumen negara di Kementerian Sekretariat Negara RI?
Ini bukan kesalahan yang pertama, sebelumnya, ada salah penulisan yang juga sangat fatal, karena menyangkut nomenklatur Lembaga Negara yaitu BIN yang ditulis sebagai singkatan dari Badan Intelijen Nasional, padahal yang benar adalah Badan Intelijen Negara. Fatal.
Saran saya, pemerintah segera membenahi Kementerian Sekretariat Negara RI secara mendasar dan menyeluruh.
Infografis Poin Positif UU Cipta Kerja. (Foto: Tagar/Andi Nasution)
Saya tidak ingin membahas di ranah hukum dan implikasinya atas kesalahan penulisan pasal-pasal UU Cipta Kerja, karena saya bukan ahli hukum. Namun, saya akan lebih pada mekanisme kerja di Kementerian Sekretariat Negara RI. Tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, apalagi mencari kambing hitam, yang penting ada keinginan serius dari pemerintah untuk berbenah di Kementerian Sekretariat Negara RI.
Tata kelola dokumen negara. Dibangun sistem yang andal dan teliti, dengan SOP yang terdeskripsi, dan dengan pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab yang jelas, agar semua draft dokumen negara yang sampai ke meja Presiden sudah final. Tidak ada kesalahan lagi.
Dokumen negara adalah hal yang sangat vital. Kualitas pengelolaan pemerintahan bisa dilihat dari bagaimana cara pemerintah mengelola dokumen negara. Lebih-lebih jika dalam hal tertentu dikaitkan dengan keterbukaan informasi. Dokumen negara sangat vital, harus diarsip dengan sistem yang mudah diakses kembali. Dan, dokumen negara juga harus aman dari jangkauan tangan-tangan kotor untuk menghilangkannya.
Belajar dari pengalaman masa lalu, Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966, yang hingga hari ini masih misterius keberadaannya. Sebuah surat kewenangan yang diberikan Presiden Soekarno kepada Mayjend Soeharto, pada kala itu, untuk memulihkan keamanan dengan mengambil langkah-langkah seperlunya, pasca-pembrontakan PKI pada September 1965 dan tragedi kemanusiaan yang diakibatkannya. Hilangnya dokumen Supersemar 1966 akan berimplikasi sangat jauh, bukan hanya dari aspek politik dan hukum saja, namun juga sejarah perjalanan bangsa.
Saran saya, pemerintah segera membenahi Kementerian Sekretariat Negara RI secara mendasar dan menyeluruh.
*Akademisi dari Universitas Gadjah Mada