Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau lebih dikenal sebagai Ahok, mengaku bersedia untuk dimintai keterangan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023. "Ya bisa saja dan aku senang jika diminta keterangan," ujar Ahok melalui pesan singkat kepada media, Kamis (27/2).
Ahok menjabat sebagai komisaris utama Pertamina saat tindak pidana korupsi tersebut terjadi. Meskipun demikian, ia tidak menjelaskan secara detail mengenai modus impor bahan bakar minyak (BBM) yang merugikan negara. Ahok menekankan bahwa hal tersebut berkaitan dengan teknis pengadaan dan ada pengawasan berlapis di perusahaan migas pelat merah tersebut, termasuk pengawasan dari Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam dugaan mark up kontrak pengiriman minyak mentah impor periode 2018-2023 oleh Pertamina. Enam dari sembilan tersangka tersebut merupakan pejabat Pertamina, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Riva diduga berbohong saat mengimpor minyak mentah dengan kualitas di bawah RON 90, namun dicatat sebagai RON 92.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa perkiraan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun hanya terjadi di tahun 2023. Namun, ada kemungkinan modus serupa yang merugikan negara juga terjadi selama 2018-2022, bahkan dengan kerugian yang lebih besar. Kejagung masih akan melakukan pengecekan lebih lanjut.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menjamin bahwa Pertamax dengan RON 92 dan seluruh produk Pertamina lainnya telah memenuhi standar dan spesifikasi. Simon menegaskan bahwa ketentuan syarat dan spesifikasi ditentukan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM. "Kami pastikan operasional Pertamina saat ini berjalan lancar dan terus mengoptimalkan layanan, serta menjaga kualitas produk BBM kepada masyarakat," kata Simon.