Jakarta - Perusahaan penerbangan AirAsia Group mencatatkan kerugian pada kuartal akhir tahun lalu atau Oktober hingga Desember 2020 sebesar RM 2,4 miliar (sekitar Rp 8,5 triliun). Kerugian ini, melampaui jejak pendapat Refinitiv yang memperkirakan sekitar RM 1,33 miliar dari kerugian tahun lalu RM 34,4 juta.
Sebagian besar kerugian untuk periode tersebut berkaitan dengan depresiasi (aset hak pakai) dan bunga atas kewajiban sewa sebesar 654,2 juta ringgit.
Pendapatan maskapai low cost carrier itu juga turun 92 persen menjadi RM 267,4 juta ringgit. Kapasitas penumpang yang menyusut menjadi penyebabnya, terutama lantaran perbatasan internasional yang ditutup di Malaysia, Indonesia dan Filipina.

"Sebagian besar kerugian untuk periode tersebut berkaitan dengan depresiasi (aset hak pakai) dan bunga atas kewajiban sewa sebesar 654,2 juta ringgit," tutur AirAsia seperti dikutip Tagar dari Channel News Asia, Selasa, 30 Maret 2021.
Seiring dengan penurunan pendapatan, utang perusahaan juga melonjak hampir tiga kali lipat dari RM 428,9 juta menjadi RM 1,28 miliar pada 31 Desember 2020. Kebanyakan utang-utang tersebut, akibat merosotnya penumpang dibandingkan 2019 sehingga tingkat keterisian pesawat menjadi 67 persen.
- Baca juga : Visa Terima Uang Kripto Sebagai Alat Pembayaran
Kendati begitu, Bos AirAsia Group Tony Fernandes menyatakan perusahaannya masih optimistis bisa pulih dua tahun ke depan. Ia pun meyakini perjalanan luar negeri akan normal lagi pada semester kedua tahun ini sejalan dengan program vaksinasi massal. []