Koalisi masyarakat sipil bersama Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) menggelar aksi unjuk rasa bertajuk 'Indonesia Gelap' di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (17/2/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai semakin menjauh dari prinsip keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat.
Salah satu isu utama yang menjadi fokus aksi adalah penolakan terhadap rencana revisi sejumlah aturan, termasuk Undang-Undang Polri, Kejaksaan, dan TNI. Massa aksi juga menuntut pemangkasan anggaran pendidikan dibatalkan dan digantikan dengan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis. "Anggaran pendidikan yang layak adalah hal penting untuk memastikan seluruh rakyat mendapatkan akses pendidikan murah dan berkualitas. Pendidikan adalah hak fundamental setiap warga negara," kata Koordinator BEM SI kerakyatan, Satria.
Satria juga menyampaikan bahwa massa aksi menuntut evaluasi Proyek Strategis Nasional yang bermasalah dan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Minerba. Menurutnya, beberapa revisi Undang-Undang yang diusulkan akan mengancam kehidupan demokrasi dan hak asasi manusia. "Lembaga-lembaga negara berlomba meminta kewenangan yang berlebihan melalui berbagai revisi, seperti revisi UU Polri, UU Kejaksaan, dan UU TNI," ujarnya.
Dalam revisi UU Polri, Polisi berencana memperluas kewenangan untuk mengontrol konten media sosial. Sementara dalam rencana revisi UU Kejaksaan, Jaksa ingin memperkuat hak imunitasnya. "Rencana revisi ini berbahaya dan menyimpang dari prinsip persamaan di hadapan hukum karena semua warga dan aparat negara tidak boleh mendapatkan imunitas," tegas Satria.
Selain itu, mahasiswa juga menuntut pencabutan multifungsi ABRI. Saat ini, banyak TNI aktif dan Polisi aktif menduduki jabatan-jabatan sipil, yang dinilai melanggar prinsip demokrasi dan menyimpang dari tugas pokok mereka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. "Kondisi ini sangat berbahaya untuk demokrasi dan harus segera diperbaiki," pungkas Satria.