Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memilih memberikan penjelasan tertutup pada Rapat Panitia Kerja (Panja) Asuransi Jiwasraya soal fungsi penyelidikan yang sebenarnya dimiliki oleh lembaga tersebut.
Sikap itu diambil Wimboh saat ditanya oleh salah satu anggota Komisi XI DPR RI terkait upaya penyelidikan apa yang telah dilakukan otoritas selama ini terhadap Jiwasraya. "Mengenai langkah penyelidikan Jiwasraya mungkin nanti akan dijelaskan pada rapat tertutup Panja," ujarnya di Kompleks Parlemen Jakarta, kemarin.
Keputusan itu sontak membuat awak media yang tengah menunggu jawaban Wimboh Santoso menjadi kecewa. Pasalnya, OJK dinilai lamban dalam memberikan rekomendasi atas pengawasan salah satu lembaga keuangan nonbank milik negara tersebut. "Sedang proses penyelidikan kan tidak bisa (dibuka untuk publik)," ujarnya.
Sebagai informasi, otoritas baru saja mengeluarkan laporan tahunan terkait fungsi kelembagaan pada sepanjang 2019. Dalam rilisnya, OJK menyebut telah mengeluarkan 22 Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap sektor jasa keuangan di Indonesia.
Dari jumlah itu, sebanyak 17 Sprindik telah dilayangkan untuk penyidikan pada institusi perbankan. Sedangkan empat lainnya untuk perkara pasar modal. Kemudian, satu sisanya ditujukan bagi perkara industri keuangan nonbank (IKNB).

Sampai berita ini diturunkan Tagar belum memperoleh informasi apakah satu Sprindik perkara IKNB yang telah dikeluarkan oleh OJK pada 2019 merupakan arahan untuk memeriksa Jiwasraya atau bukan.
Sebelumnya Komisi XI DPR menggelar rapat bersama OJK pada Rabu 22 Januari 2020. Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin menyebut pengawasan lembaga OJK terhadap penyelesaian persoalan Jiwasraya sudah diatur dengan beberapa ketentuan.
Komisi XI DPR akan mengkaji berbagai tugas dan kewenangan dari OJK. Putri menjelaskan dasar hukum pengawasan perusahaan asurasi OJK sudah memiliki Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur mengenai kewajiban penyampaian laporan dan rencana penyehatan keuangan.
"Ketentuan ini sudah diatur dalam POJK tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (POJK No. 71/2016 sebagaimana diubah dengan POJK No. 27/2018), dan khususnya dalam POJK tentang Laporan Berkala Perusahaan Perasuransian (POJK No. 55/2017)," ucap Puteri kepada Tagar, Selasa, 21 Januari 2020.[]