Jakarta – Amerika Serikat (AS) mencatat lebih dari setengah juta kematian akibat pandemi virus corona (Covid-19). Jumlah kematian di AS merupakan jumlah kematian terbanyak akibat virus corona di dunia. Kondisi ini membuat AS di ambang tonggak suram akibat pandemi virus corona.
Presiden AS, Joe Biden, berbicara mengenai nyawa yang hilang akibat virus itu Senin malam, 22 Februari 2021, di Gedung Putih yang diikuti mengheningkan cipta dan upacara penyalaan lilin.
“Orang-orang selama puluhan tahun dari sekarang akan berbicara mengenai hal ini sebagai tonggak buruk historis dalam sejarah negara ini, dengan begitu banyak orang yang meninggal akibat infeksi yang ditularkan melalui pernapasan,” kata Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka AS, di televisi CNN, 21 Februari 2021.
Anthony Fauci (Foto: voaindonesia.com/AP)
Untuk memperingati angka suram tersebut, New York Times mendedikasikan kolom-kolom utama di halaman depan edisi Minggu-nya dengan grafik yang memuat hampir 500 ribu titik, masing-masing mewakili individu di AS yang meninggal akibat virus mematikan itu. AS juga memimpin di dunia dalam jumlah kasus Covid-19 dengan catatan lebih dari 28 juta.
Setahun silam Italia menjadi negara pertama di luar Asia yang mengukuhkan infeksi virus corona yang ditularkan secara lokal. Negeri Pizza ini juga jadi negara pertama di dunia yang mengalami episentrum pandemi virus corona.
Paus Fransiskus dan Presiden Italia, Sergio Mattarella, menandai peringatan itu hari Minggu, 21 Februri 2021, dengan menetapkan "Hari Personel Layanan Kesehatan Nasional", hari yang diperingati setiap tahun untuk menghormati para dokter, perawat dan penyedia layanan medis lainnya.
Di berbagai tempat di Eropa, peluncuran kampanye vaksinasi di beberapa negara anggota Uni Eropa terhalang oleh apa yang disebut pejabat kesehatan masyarakat sebagai informasi keliru mengenai keamanan dan keampuhan vaksin AstraZeneca.

Majalah Jerman Spiegel melaporkan pekan lalu bahwa angka-angka dari Robert Koch Institute negara itu menunjukkan dari 736 ribu dosis vaksin AstraZeneca yang dikirim ke Jerman, baru 64.869 dosis yang digunakan.
Sementara itu, banyak orang di Uni Eropa, termasuk para petugas layanan kesehatan, menolak vaksin virus corona buatan AstraZeneca, dengan menyebut kekhawatiran mengenai keampuhan dan keamanannya. Para pejabat kesehatan masyarakat menyatakan kekhawatiran itu tidak berdasar, tetapi kekeliruan informasi berlanjut, mempengaruhi tingkat vaksinasi di sejumlah negara.
Menurut sebuah laporan di harian The Telegraph, Inggris, yang menggunakan vaksin AstraZeneca, tetap melangsungkan program imunisasinya dengan 23,9% populasi telah menerima dosis pertama vaksin. Menurut surat kabar itu, hanya 3,2% dari populasi Uni Eropa yang telah menerima satu dosis vaksin.
“Virus ini berkembang karena kemiskinan, diskriminasi, perusakan lingkungan alam kita dan berbagai kegagalan HAM lainnya yang telah menciptakan kerapuhan luar biasa besar di dalam masyarakat kita,” tulis Sekjen PBB Antonio Guterres dalam esainya yang diterbitkan The Guardian edisi Senin, 22 Februri 2021. “Suatu tanggapan efektif terhadap pandemi harus didasarkan pada solidaritas dan kerja sama. Pendekatan yang memecah belah, keotoriteran dan nasionalisme tidak masuk akal dalam menghadapi ancaman global.”
CEO Serum Institute of India telah memperingatkan “negara-negara dan pemerintah-pemerintah” dalam cuitan di Twitter bahwa mereka mungkin tidak menerima vaksin virus corona tepat waktu karena perusahaan “telah diarahkan untuk memprioritaskan kebutuhan India yang sangat besar dan bersama dengan itu menyeimbangkan kebutuhan seluruh dunia. Kami berusaha melakukan yang terbaik.”
India memiliki lebih dari 11 juta kasus virus corona. Data ini dari Johns Hopkins Coronavirus Resource Center. Hopkins juga melaporkan pada Senin, 22 Februari 2021, pagi bahwa ada lebih dari 111 juta kasus Covid-19 dan hampir 2,5 juta kematian akibat virus itu di seluruh dunia (uh/ab)/voaindonesia.com. []