Jakarta - Pengamat Pendidikan Ari S. Widodo Poespodihardjo menilai banyaknya siswa yang masih kesulitan menjalani metode belajar jarak jauh karena penggunaan teknologi atau gawai pintar (smartphone) masih dianggap sebuah kemewahan oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Ari menegaskan, idealnya pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) harus memahami bagaimana penggunaan gawai pintar. Namun, yang menjadi persoalan adalah dimana beberapa orang tua dan wali murid masih gagap teknologi (gaptek).
Problemnya kan teknologi sering kali masih (dianggap) menjadi sebuah kemewahan bagi sebagian besar rakyat Indonesia
"Karena keseluruhan pembelajaran melalui teknologi, mau tidak mau maka pelaksana PJJ (idealnya) paham tentang teknologi yang digunakan. Problemnya kan teknologi sering kali masih (dianggap) menjadi sebuah kemewahan bagi sebagian besar rakyat Indonesia," katanya dihubungi Tagar, Jumat, 24 Juli 2020.
Menurutnya, pembelajaran secara dalam jaringan (daring) menjadi salah satu masalah bagi orang tua dan wali. Pasalnya, penggunaan gawai pintar dalam melaksanakan program PJJ menjadi sesuatu yang paling penting di situasi pandemi Covid-19 ini.
"Di rumah seringkali orang tua atau wali yang harus menjadi pengganti dari guru padahal tidak semua orang tua dan wali yang bisa menjadi pengganti guru saat mendampingi siswa saat di rumah. Masalah teknologi hanya salah satu masalah bagi orang tua dan wali dalam menjadi bagian dalam program PJJ. Tapi ini satu bagian yang penting," ujarnya.
Selain itu, kata Ari, tidak semua sekolah yang siap dan sanggup melaksanakan program PJJ. Pun sebaliknya, kendati sekolah dianggap mampu, lantas dia mempertanyakan kesiapan para siswa tersebut.
"Disini semua menjadi bercampur aduk. Ketidaksiapan sistem untuk berubah ke PJJ, kebingungan dari sekolah untuk pindah ke PJJ, dan apalagi faktor pendukung siswa (orang tua dan wali) yang tiba-tiba diberikan tugas menjadi pendamping bahkan menjadi pengganti guru di rumah," kata dia.
Terkait belajar online menggunakan gawai pintar, dia meyakini persoalan ini dialami banyak orang tua dan wali murid, mengingat perubahan program tanpa kesiapan yang memadai.
"Jadi kekisruhan para wali soal teknologi saya yakin juga dialami oleh para orang tua dan ini adalah dampak dari perubahan program belajar dari tatap muka ke PJJ. Tentunya dalam konteks yang sekarang terjadi ini bisa dimaklumi karena skala krisis ini belum pernah dialami oleh dunia sebelumnya," ujarnya.
Dalam situasi sulit saat ini, dia berharap penyelamatan siswa melalui program PJJ harus dilakukan, meskipun akan banyak tekanan dari pihak-pihak lain.
- Baca juga: Polemik Merdeka Belajar, DPR Jadwalkan Nadiem Makarim
- Baca juga: Pengamat Sebut Belajar Daring Belum Efektif
"Yang dikejar adalah menyelamatkan para siswa agar tetap bisa belajar namun lewat program PJJ. Konsekuensinya adalah apa yang ada sekarang masihlah berantakan dan mengalami kebingungan di semua lini. Intinya memang pastinya pelaksanaan PJJ untuk siswa sekolah akan sangat memberikan tekanan bagi semua pihak," ucap Ari S. Widodo. []