Bisnis penerbangan yang masih sulit mendorong analis Ciptadana Sekuritas merekomendasikan jual saham Garuda Indonesia
Jakarta - Emiten PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk diperkirakan masih akan menghadapi masalah permintaan penerbangan yang belum bisa segera pulih meskipun pemerintah telah melonggarkan pembatasan perjalanan. Seperti diketahui pemerintah telah melonggarkan pembatasan perjalanan yang diatur dalam Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 25/2020 tentang pengendalian transportasi untuk menekan penyebaran virus Covid-19.
Ciptadana Sekuritas Asia dalam analisis teknis menyebutkan, Juni ini maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia mulai membuka jadwal penerbangan, namun dengan pembatasan-pembatasan mengikuti protokol kesehatan.
Baca Juga: Garuda Indonesia PHK 181 Pilot, Saham GIAA Terpuruk
Para penumpang harus bisa menunjukkan persyaratan dokumen yang antara lain mencakup surat ijin keluar masuk (SIKM), surat keterangan perjalanan dari perusahaan atau lembaga, surat keterangan medis yang membuktikan bahwa mereka negatif Covid-19 negatif berdasarkan tes PCR/Swab dan khusus penumpang domestik atau internasional yang akan melakukan penerbangan ke Bali harus dilengkapi surat keterangan kesehatan.
Dengan demikian, meskipun pemerintah telah melonggarkan pembatasan jarak sosial, Ciptadana Sekuritas menyebutkan bahwa penerbangan komersial masih akan menghadapi masalah penumpang. "Kami dapat mengasumsikan bahwa permintaan sudah pasti jauh dari normal," kata keterangan itu yang diterima Tagar, Rabu, 10 Juni 2020.
Penurunan pendapatan Garuda Indonesia
Berdasarkan data operasional masakapi dengan kode emiten GIAA pada kwartal I 2020 (1Q20), perusahaan berpotensi mengalami penurunan pendapatan lebih dari 30%. Pendapatan penumpang yang biasanya menyumbang 80% dari total pendapatan turun 31,5% YoY, dengan penurunan Passenger Kilometers (RPK) 29,3% dan hasil penumpang 3,2%
Hal yang sama juga terjadi pada pendapatan kargo yang pada periode tersebut turun 23,7% YoY. "Meskipun hasil kargo agak naik sebesar 2,2% YoY, kami berharap perusahaan memperhatikan pertumbuhan negatif dalam pendapatan kargo," tuturnya.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra menjadi narasumber diskusi bertema Semangat Baru Garuda di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat, 24 Januari 2020. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
Penurunan biaya bahan bakar dan harga bahan bakar yang masing-masing 18,6% YoY dan 0,8% YoY, belum mampu mendongkrak pendapatan Garuda Indonesia. Ini yang membuat perseroan mengalami kerugian bersih lebih dari US$ 100 juta di kuartal pertama 2020. "Di 2Q20, kami melihat angka bottom-line juga akan negatif," begitu penjelasan Ciptadana Sekuritas.
Penundaan pembayaran obligasi Garuda Indonesia
Ciptadana Sekuritas menyebutkan mayoritas pemegang obligasi telah memberikan persetujuan atas permintaan Garuda Indonesia untuk menunda pembayaran sukuk global yang jatuh tempo 3 Juni 2020. Sekitar 89% (US$ 444,98 juta) dari pemegang obligasi telah setuju dengan proposal permohonan penundaan. Setelah diskusi terakhir dengan perusahaan, kuorum adalah 75%.
Isi proposal termasuk keterlambatan pembayaran pokok selama tiga tahun sebesar US$ 500 juta hingga Juni-2023 dan perjanjian liburan selama tiga tahun juga. Untuk pemegang obligasi yang memberikan suara sebelum Juni akan menerima menerima biaya persetujuan hingga 125 bps. "Namun, kami menantikan hasil resmi hari ini," kata keterangan Ciptadana.

Rekomendasi jual saham Garuda Indonesia dengan target price Rp 170
Menurut Ciptadana, tahun ini benar-benar masa yang sulit untuk bisnis penerbangan. Hingga saat ini masih belum terlihat tanda-tanda pemulihan permintaan meskipun aturan sosial diperlonggar.
Memperhatikan itu, volume penumpang adalah salah satu pendorong utama, jika Garuda Indonesia tidak dapat memanfaatkan kapasitas dengan optimal maka akan menyulitkan perseroan. Selain itu, menaikkan tarif angkutan udara di tengah daya beli yang lebih rendah tampaknya tidak menjadi pilihan yang baik.
Simak Pula: Garuda Indonesia Ajukan Penangguhan Utang
Ciptadana memangkas target rugi bersih Garuda Indonesia untuk 2020-20F masing-masing sebesar US$ 103,2 juta dan US$ 22,7 juta. "Kami menurunkan target price (TP) menjadi Rp 170 dan menurunkan peringkat kami menjadi Jual," kata keterangan itu.[]