Medan - Kehadiran industri tambang seng dan timah PT Dairi Prima Mineral (PT DPM) di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, berpotensi merusak ekologis. Anak perusahaan milik Bakrie Group itu direncanakan membangun bendungan limbah dekat pemukiman warga.
Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) yang concern dengan isu penyelamatan ciptaan Tuhan termasuk lingkungan, mengungkap fakta-fakta perusahaan ini dalam Sinode HKBP Distrik VI Dairi pada Jumat, 11 Februari 2021 di Sopo Godang HKBP Kota Ressort Sidikalang.
Dalam sinode yang juga dihadiri Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu dan Praeses HKBP Distrik VI Dairi Pdt Sampur Simanullang, Direktur YPDK Sarah Naibaho mengungkap dampak kehadiran PT DPM.
Di sana sekaligus diputarkan video hasil kajian DR Richard Meehan atas addendum ANDAL RKL, RPL Tipe A PT DPM, terkait keberadaan rencana bendungan limbah PT DPM yang akan dibangun di sekitar lokasi gereja HKBP Sikem seluas 24,13 hektare.
DR Richard Meehan adalah berkebangsaan Amerika, ahli dalam bidang keselamatan bendungan internasional dan berpengalaman menjadi konsultan keselamatan bendungan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara.
Dalam pemaparannya, Sarah Naibaho menjelaskan bahwa kehadiran industri ekstraktif seperti PT DPM di Dairi berpotensi menimbulkan keterancaman kerusakan ekologis, karena kehadirannya berada di daerah dengan zona merah rawan bencana.
Dilalui dua pertemuan patahan gempa, yakni patahan Bahorok dan patahan Lae Renun, dan pusat tambang hanya berjarak 15 kilometer dari patahan gempa tersebut.
Berdasarkan hasil kajian kerja sama YDPK dengan AMAN Tano Batak, bahwa sumber air yang menjadi kebutuhan beberapa desa di Sopo Komil, sangat dekat dengan mulut terowongan PT DPM.
Demikian juga potensi dampak yang akan terjadi di desa-desa di hilir proyek, dengan kehadiran PT DPM lebih jauh akan berdampak ke berbagai desa dan dusun serta aliran sungai yang ada di hilir bahkan sampai ke Aceh.
Krisis ekologi telah menagarah pada kiamat ekologis akibat perusakan lingkungan dan ekploitasi atas sumber daya alam di banyak tempat
Bendungan limbah yang akan dibangun terletak di daerah potensi gempa, dan dengan struktur tanah yang tidak stabil, curah hujan yang tinggi, dan dekat dengan pemukiman warga.
Direktur YDPK Sarah Naibaho saat memaparkan dampak PT DPM dalam sinode distrik HKBP di Kabupaten Dairi, Sumut, Kamis, 11 Februari 2021. (Foto: Tagar/YPDK)
"Keselamatan keutuhan ciptaan Tuhan harus menjadi prioritas. Masih segar dalam ingatan kejadian banjir bandang pada 18 Desember 2018 lalu, kisah yang sangat menyedihkan. Ada tujuh korban meninggal dunia dan satu mayat ditemukan di Aceh," ungkap Sarah.
Baca juga:
- Ahli dari Amerika: Bendungan Limbah PT DPM di Dairi Tak Aman
- PT DPM Bakal Gusur Gereja HKBP di Dairi demi Pembuangan Limbah
Sarah kemudian menambahkan fakta-fakta di lapangan, PT DPM acapkali ingkar janji. Misalnya baru-baru ini warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Silima Pungga Pungga (Formasi) protes terhadap PT DPM karena tenaga kerja lebih banyak dari luar daerah.
Perusahaan bahkan dalam implementasinya tidak mengikuti peraturan, seperti pembangunan perumahan tanpa IMB.
PT DPM di masa eksplorasi juga pernah mengalami kebocoran limbah, saat pengeboran di Sikalombun tahun 2012 di Desa Bongkaras.
Oleh karena itu, YDPK mengharapkan semua pihak untuk saling bergandengan tangan dan memberikan atensi, termasuk gereja sesuai mandatnya mewujudkan keselamatan umat.
Terwujudnya upaya penyelamatan keutuhan ciptaan dan sesuai konfesi HKBP Pasal 5 tentang lingkungan dan sesuai pesan dalam Sidang Raya PGI XV11 Tahun 2019, gereja melihat bahwa ada tiga krisis yang masih harus digumuli bersama, yaitu krisis kebangsaan, krisis ekologi, dan krisis keesaan gereja.
"Krisis ekologi telah menagarah pada kiamat ekologis akibat perusakan lingkungan dan ekploitasi atas sumber daya alam di banyak tempat," ungkapnya.
Praeses Pdt Sampur Manullang sebelumnya mendukung dan memberi ruang untuk memasukkan agenda isu lingkungan dalam sinode, karena menyadari tanggung jawab gereja atas lingkungan.
Pdt Sampur Simanullang mengatakan, pemerintah dan gereja adalah mitra untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, membangun kehidupan ekonomi sosial, dan budaya.[]