Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jakarta) dipuji oleh stafsusnya Angkie Yudistia dalam acara Dialog Regional ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) 2019. Dia memandang ada maksud positif dirinya dipilih menjadi stafsus presiden.
"Secara khusus, saya melihat Indonesia memiliki harapan besar dalam isu wanita disabilitas ini. Terbukti dengan keputusan Presiden Jokowi memilih saya sebagai Staf Khusus dan Juru Bicara Presiden," kata Angkie di acara yang berlangsung di Bangkok, Thailand pada 3-5 Desember 2019 lalu.
Acara yang dihadiri Angkie ini bertajuk Empowering Persons with Disabilities with Marginalized Gender Identities and Expressions to Participate in Political and Public Life. Mengangkat juga dialog tentang hak-hak penyandang disablitas di komunitas ASEAN.
Dialog itu memandang sekitar 90 juta orang penyandang disabilitas di Asia Tenggara diperkirakan sekitar 60 persen di antaranya --mencapai 54 juta orang-- merupakan wanita. Namun, baik wanita dengan disabilitas maupun Persons with Disabilities (PwD) dengan identitas gender terpinggirkan lainnya masih kurang terwakili dalam kehidupan politik dan publik.
Kita juga diminta untuk menciptakan platform untuk berbagi pengalaman terutama untuk wanita dengan disabilitas dan kelompok termarjinalkan lain.
Padahal, partisipasi yang berarti dari wanita dengan disabilitas dalam proses politik akan meningkatkan status mereka sebagai warga negara yang setara sambil memberikan landasan bagi integrasi ke dalam masyarakat dengan memecah stigma sosial dan marginalisasi, memastikan partisipasi untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan, dan meningkatkan akuntabilitas perwakilan terpilih.
Stafsus presiden Angkie Yudistia (ketiga dari kanan) di acara Dialog Regional ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) 2019, di Thailand. (Foto: Istimewa)
Di akhir forum, pertemuan yang diikuti sejumlah perwakilan PwD dari negara-negara ASEAN ini menghasilkan beberapa rekomendasi. Adapun di antaranya negara-negara peserta acara ini dapat membentuk kelompok kerja bagi para pakar untuk berbagi informasi dan berkolaborasi, guna memastikan para penyandang disabilitas wanita maupun dari identitas serta ekspresi gender terpinggirkan lainnya tidak dirugikan.
Negara di ASEAN juga diharapkan dapat lebih melibatkan wanita disabilitas dan rekan-rekan lainnya untuk aktif dalam partai politik, serta memberdayakan mereka sebagai peserta aktif dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan visibilitas lahirnya para pemimpin dari kelompok disabilitas.
Untuk itu, perlu pemahaman bersama guna menghilangkan berbagai penghalang dan menciptakan peluang terkait partisipasi politik penyandang disabilitas dengan beragam identitas sosial, seperti jenis kelamin, etnis, usia, dan status migrasi.
"Kita juga diminta untuk menciptakan platform untuk berbagi pengalaman terutama untuk wanita dengan disabilitas dan kelompok termarjinalkan lain, sehingga dapat mengembangkan keterampilan untuk meningkatkan partisipasi politik serta mempengaruhi kebijakan publik,” tutur pendiri Thisable Enterprise tersebut. []