Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana menyerahkan tanggung jawab sejumlah rute light rail transit (LRT) kepada pihak swasta. Penyerahan pengelolaan itu lewat skema Kerjasama Pemerintah Daerah dan Badan Usaha (KPDBU).
Anggota Komisi B DPRD DKI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Gilbert Simanjuntak mengatakan, Anies berencana merombak rute LRT yang saat ini masih digarap. Perubahan itu terdapat dalam paparan Dinas Perhubungan tertanggal 22 Oktober 2020.
"Di dalam paparan Dinas Perhubungan, Gubernur Anies Baswedan mengurangi alokasi rute LRT yang akan dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta dari 100 kilometer menjadi 23,2 km," kata Gilbert melalui keterangan tertulisnya yang diterima Tagar, Minggu 1 November 2020.
Menurut Gilbert, dalam paparan Dishub itu, Anies akan mengurangi alokasi rute LRT yang akan dikelola oleh Pemprov DKI dari 100 kilometer (km) menjadi 23,2 km, yaitu Kelapa Gading-JIS (Jakarta International Stadium) 8,2 km, Kelapa Gading-Velodrome 5,8 km, Velodrome-Klender 4,1 km, dan Klender-Pondok Bambu-Halim 5,2 km.
Jika swasta yang mengelola, berapa tarifnya?
Sedangkan rute yang bakal diserahkan Anies ke pihak swasta yaitu rute Pulo Gebang-Joglo sepanjang 32,8 km. Rute tersebut akan melalui Jalan Basuki Rahmat, Kampung Melayu, Jalan Prof. Dr. Satrio, Pejompongan, Palmerah, Bundaran Senayan, Permata Hijau, dan berakhir di Joglo.
Jalur yang dilalui percobaan LRT tersebut mulai dari Stasiun Velodrome Rawamangun hingga Stasiun Pegangsaan Dua ataupun sebaliknya. (Foto: Tagar/Nurul Yaqin)
Gilbert menilai, rute yang dibuat Anies tidak sesuai dengan Perpres nomor 55 tahun 2018 Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Hal itu, kata Gilbert, akan merugikan Pemerintah Provinsi DKI.
"Di dalam Perpres, Pemprov DKI dapat rute LRT ke pusat-pusat aktivitas di tengah kota. Tapi, Pak Anies malah mengubah rute sehingga Pemprov DKI hanya dapat rute di pinggiran yang sepi penumpang, sedangkan swasta punya rute yang empuk ke tengah kota," ucap Gilbert.
"Pertanyaan saya, Pak Anies ini kerja untuk Pemprov DKI atau untuk swasta?” sambung Gilbert.
Dalam Perpres nomor 55 tahun 2018, Pemprov DKI mendapatkan penugasan untuk membangun LRT dengan panjang sekitar 100 km
Adapun 100 km terdiri dari rute Kelapa Gading-Velodrome 5,8 km, Velodrome-Dukuh Atas 9 km, Kemayoran - Kelapa Gading 21,6 km, Joglo-Tanah Abang 11 km, Puri Kembangan-Tanah Abang 9,3 km, Pesing-Kelapa Gading 20,7 km, Pesing-Bandara Soekarno-Hatta 18,5 km, Cempaka Putih-Ancol 10 km.
Gilbert lantas mempertanyakan besaran tarif jika pembangunan dan pengelolaan LRT diberikan kepada swasta.
"Jika swasta yang mengelola, berapa tarifnya? Harga tarif harus terjangkau oleh rakyat kecil. Harga keekonomian tarif LRT berkisar Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per orang. Saya tebak, nanti pihak swasta akan minta subsidi tarif ke Pemprov DKI," ujarnya.
Selain subsidi, Pemprov DKI juga harus mengeluarkan anggaran untuk pembebasan lahan dan biaya konstruksi. "Belum lagi, Pemprov DKI harus kehilangan potensi pendapatan karena konsesi TOD (Transit Oritented Development) diberikan ke swasta. Kalau begini caranya, Pemprov DKI rugi berkali-kali," tuturnya.