Apa Social Distancing Lebih Baik Ketimbang Lockdown?

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menilai kebijakan social distancing atau menjaga jarak lebih baik ketimbang kebijakan lockdown.
Jemaah melaksakanan shalat di Masjid Salman ITB, Bandung, Jawa Barat, 17 Maret 2020 dengan menerapkan jarak 15 cm hingga 30 cm antarjamaah dalam saf (barisan) pada setiap salat lima waktu meminimalisir dan mencegah penyebaran Virus Corona atau COVID-19. (Foto: Antara/Novrian Arbi/aww)

Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kebijakan social distancing atau menjaga jarak lebih baik ketimbang kebijakan lockdown untuk perekonomian dalam negeri, di tengah penyebaran virus corona (COVID-19).

"Paling tidak social distancing masih bisa menggerakkan ekonomi alur barang dan jasa dan masyarakat tetap diberi akses ke berbagai kegiatan ekonomi," ujar Tauhid Ahmad di Jakarta, Rabu, 18 Maret 2020 seperti dilansir dari Antara.

Karena, jika pemerintah memutuskan memilih kebijakan lockdown, ia memperkirakan Indonesia akan masuk dalam fase krisis ekonomi.

"Konsekuensi penutupan maka kita akan memasuki fase krisis ekonomi. Di mana pertumbuhan ekonomi akan drop di bawah empat persen bahkan lebih buruk," ucapnya.

Sehingga, kata dia untuk saat ini pendekatan social distancing lebih baik dibandingkan lockdown. Dengan catatan, pelaksanaannya harus didukung dan dilakukan oleh kesadaran masyarakat sendiri. 

Baca juga: Jika Corona Tak Berhenti, Pemerintah Harus Lockdown

Covid-19Petugas menyemprotkan larutan disinfektan di area Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 17 Maret 2020. (Foto: Antara/Didik Suhartono/hp)

Senada dengan Tauhid, Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan secara matang jika memilih opsi kebijakan lockdown, akibat penyebaran virus corona atau COVID-19. Pasalnya, kebijakan tersebut akan menimbulkan kerugian yang benar-benar tidak sedikit.

Lockdown secara keseluruhan berarti pembatasan semua kegiatan di luar rumah, ini memerlukan satu persiapan yang betul-betul matang dan juga berbiaya besar,” ujar Enny kepada Tagar di Jakarta, kemarin.

Potensi kerugian finansial yang bakal diterima pemerintah memang terbilang sangat besar apabila pilihan menghentikan seluruh aktivitas manusia benar-benar diterapkan. 

Sebagai gambaran, redaksi Tagar menggunakan sampel wilayah DKI Jakarta untuk mendapatkan rekaan seberapa besar potensi kerugian finansial apabila opsi lockdown benar-benar dilaksanakan.

Untuk diketahui pula bahwa asumsi berikut mengacu pada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta pada 2020, berikut penjabarannya.

1. Pajak

Pada sepanjang 2019 lalu, Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta setidaknya dapat memungut pajak dengan jumlah Rp 45, 7 triliun. Artinya, apabila lockdown dilaksanakan selama 14 hari, maka potensi dana pungutan pajak yang mungkin saja menguap mencapai sekitar Rp 1,5 triliun.

2. Ekspor-Impor

Nilai ekspor yang melalui provinsi DKI Jakarta pada 2019 mencapai 54,03 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Sedangkan impor sebesar 88,39 miliar dolar AS. Ini berarti ada potensi kehilangan nilai ekspor maupun dan impor masing-masing 2,1 miliar dolar AS dan 3,4 miliar dolar AS dalam dua pekan.

3. Produktivitas Industri

Pada 2018, di Jakarta terdapat tiga golongan industri besar yang menyerap tenaga kerja cukup banyak. Ketiga industri kelompak usaha tersebut adalah industri pakaian jadi dengan 65.979 pekerja, industri makanan dan minuman 22.949 pekerja, serta percetakan dan reproduksi media rekam sebanyak 20.941 pekerja. Secara total, jumlah pekerja di Jakarta dari lintas sektor diperkirakan mencapai 2 juta orang.

Sementara itu,sepanjang 2017 disebutkan bahwa nilai keseluruhan produksi pada industri besar dan sedang sekitar Rp 497,3 miliar. Hasil ini jika dirata-ratakan perhari adalah sebesar Rp 1,38 miliar.

Maka dengan 14 hari lockdown, nilai produksi yang akan hilang ditaksir Rp 19,3 miliar. Angka ini masih belum termasuk perputaran uang sektor industri kecil, mikro, dan menengah. []

Berita terkait
Indef: Kerugian Lockdown Akibat Virus Corona Besar
Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan secara matang jika memilih opsi kebijakan lockdown.
Tito Karnavian Jelaskan 7 Pertimbangan Lockdown
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan setidaknya ada tujuh poin jika ingin melakukan lockdown untuk hentikan virus corona.
Lockdown, Kemenko Perekonomian Tunggu Pemerintah
Wacana lockdown atau karantina untuk menahan penyebaran virus corona Covid-19 terus bergulir.