Ardiandrayani, Sedih Pergi Haji Tanpa Suami

Setelah menikah, Ardiandrayani dan suami mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk naik haji. Namun rencana tak seindah kenyataan.
Ardiandrayani di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kamis, 4 Juli 2019. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Maros - Ardiandrayani wanita berusia 48 tahun ini tidak kuasa menahan rasa haru saat menginjakkan kaki di halaman utama penerimaan Jamaah Calon Haji (JCH) Asrama Haji Sudiang, Makassar. Kelahiran tahun 1971 ini akhirnya mendapat kesempatan untuk berangkat menunaikan ibadah haji setelah sembilan tahun menunggu.

Di balik rasa haru bahagia, wanita yang akrab disapa Maya ini juga menyimpan kesedihan mendalam sebab ia berangkat haji tanpa suami tercinta. Suaminya terlebih dahulu meninggalkan dirinya untuk selama-lamannya.

“Alhamdulillah tahun ini bisa berangkat juga menuju Baitullah setelah menuggu sembilan tahun lamanya. Tapi saya sedih karena tidak bisa berangkat bersama suami, padahal kami sudah punya niatan untuk berangkat bersama tapi Sang Khalik berkehendak lain,” tutur Maya kepada Tagar, Kamis, 4 Juli 2019. Ia sesekali meneteskan air mata.

Maya yang tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) pertama Embarkasi Makassar ini berharap dengan keberangkatannya menunaikan haji ini bisa dilihat oleh mendiang suami dari jauh. Sebab Maya mengaku bayang-bayang wajah suaminya selalu hadir saat tahu akan berangkat melaksanakan haji tahun ini.

“Semoga kelak saya dan suami dapat bertemu di dalam surganya Allah. Semoga doa-doa yang selama ini saya kirimkan buat beliau bisa diijabah oleh Sang Pencipta,” kata wanita yang berprofesi sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta itu.

Selama menginjakkan kaki di Asrama Haji Sudiang, Maya selalu mengucap zikir atas kesempatan rezeki yang tidak pernah disangka akhirnya bisa juga melaksanakan ibadah haji.

“Saya sampai sekarang masih belum bisa menyembunyikan rasa bahagia ini. Bahkan biasa saya senyum-senyum sendiri kalau ingat akhirnya bisa juga menuju Baitullah,” katanya.

Kebahagiaan itu tidak hanya dirasakan Maya seorang, tapi juga dirasakan putri semata wayangnya St Inyah Magfirah yang turut ikut mengantar orangtuanya sampai depan gerbang Asrama Haji Sudiang, Makassar.

“Sangat bahagia akhirnya ibu saya bisa berangkat menuju Tanah Suci Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji setelah sekian lama menunggu,” kata Inayah, Ia melepas kepergian ibunya dengan tangisan haru.

Mahasiswa semester pertama di salah satu perguruan tinggi swasta ini berharap orangtuanya melaksanakan ibadah haji dengan fokus sehingga pulang berkumpul dengan keluarga dan menjadi haji yang mabrur.

“Semoga ibu kembali ke Tanah Air dan menjadi haji yang mambur nantinya,” kata wanita berusia 19 tahun itu penuh harap.

Semoga kelak saya dan suami dapat bertemu di dalam surganya Allah.

Haji 2019Jemaah Calon Haji (JCH) di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kamis, 4 Juli 2019. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Mendaftar Sejak 2010

Jauh sebelum mendaftarkan diri secara resmi sebagai seorang calon jamaah haji (CJH), Maya dan suaminya Yusniar Djamalhaf saat masih menjadi pengantin baru pada tahun 1994 telah berniat untuk melaksanakan ibadah haji bersama. Dan bermula dari niatan itu mulai mengumpulkan sedikit demi sedikit uang untuk modal awal setoran ke Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Kota Makassar.

Dana yang dikumpulkan sejak tahun 1994 akhirnya cukup menjadi setoran awal pada tahun 2010 untuk didaftarkan berdua. Namun, kehendak dari Sang Pencipta berkata lain. Sebulan sebelum mendaftar secara resmi pada 10 Mei 2010, Yusniar lebih dahulu dipanggil oleh Sang Pencipta untuk selama-lamanya pada 3 April 2010.

“Sangat sedih pada waktu itu, uang yang kami kumpulkan sejak awal menikah untuk berangkat haji bersama sudah terkumpul, tapi kami tidak bisa berangkat bersama karena telah lebih dahulu dipanggil oleh Sang Khalik untuk selama-lamanya,” kata Maya dengan tatapan menerawang.

Maya menyebut, saat itu dirinya telah mempersiapkan semuanya dengan baik saat akan mendaftar, bahkan suaminya juga pada saat itu turut menyambut bahagia karena sudah akan mendaftarkan diri untuk beribadah bersama-sama.

“Suami saya dinyatakan meninggal dunia seusai dioperasi sinusitis dan tulang hidung bengkok,” ujar Maya yang terlihat tegar menceritakan kisah sedihnya.

Maya bercerita setelah kepergian suaminya, dirinya sempat down beberapa waktu, namun demi mewujudkan impian almarhum suaminya, Maya pun melangkahkan kaki menuju Kementerian Agama Kota Makassar pada Mei 2010. Meski tak didampingi sang suami tercinta, ia tetap meneguhkan hati untuk berangkat haji.

“Impian kami berdua dulu selama lebih dari 25 tahun lamanya adalah bisa bersujud bersama di depan Ka’bah, berdoa sambil menengadahkan tangan di hadapan baitullah, berziarah bersama ke akam Rasulullah Muhammad SAW, serta melalui proses Armina dengan bergandengan,” kata Maya.

Sampai saat ini, impian itu kata Maya masih tetap teringat dalam rekaman memorinya. Bahkan dengan tanpa adanya sang suami secara fisik, Maya menyebut akan tetap melaksanakan impian-impian yang telah direncanakan dengan sang suami selama hidup dahulu.

“Pasti sangat akan sedih saat melaksanakan impian yang seharusnya kami lakukan berdua tapi akhirnya hanya bisa saya lakukan sendiri, karena tidak bisa bagaimana-bagaimana lagi karena jalannya Tuhan sudah begitu,” tutur Maya.

Wanita dengan perawakan tidak terlalu tinggi itu menyebut, saat akan melaksanakan impian-impiannya dengan sang suami, berharap bisa khusuk menjalankannya, dan berharap kehadiran sang suami secara tidak langsung.

Karena saking sayangnya kepada suami, ia berencana akan menggantikan haji untuknya.

Impian kami berdua dulu selama lebih dari 25 tahun lamanya adalah bisa bersujud bersama di depan Ka’bah.

Haji 2019Bus untuk kepentingan Jemaah Calon Haji (JCH) di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kamis, 4 Juli 2019. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

“Insya Allah tahun depan mau membadalkan (menggantikan) haji untuk almarhum suami,” kata wanita kelahiran Ujung Pandang 19 April 1971 itu.

Mengingat daftar tunggu haji yang sangat lama, Maya berencana akan mendaftarkan anak semata wayangnya untuk mendapatkan nomor kursi berangkat haji. Karena menurutnya, semakin lama mendaftar bisa jadi akan semakin lama juga berangkat.

“Kalau lama baru mendaftar, bisa jadi berangkatnya lama dan bisa jadi saat berangkat nantinya kondisnya sudah tidak lagi fit atau sudah tidak seperti saat berangkat lebih awal,” jelasnya.

Mengetahui niatan orangtuanya untuk memberangkatkan dirinya melaksanakan ibadah haji sangat bersyukur karena mendapat dukungan dari orangtuanya bisa melaksanakan haji.

“Alhamdulillah, semoga niatan baik dari orang tua saya dapat diijabah sama yang Maha Kuasa. Semoga niatan dan doa yang terbaik dari orang tua untuk saya bisa dikabulkan semua,” kata Inayah.

Daftar Tunggu JCH di Sulsel Capai 41 Tahun

Tahun ini, Sulawesi Selatan mendapat penambahan kuota pemberangkatan haji sebanyak 463 Jamaah Calon Haji (JCH). Penambahan itu seiring kuota pemberangkatan Indonesia yang mencapai 10 ribu JCH.

Dengan adanya penambahan kuota tersebut, Kementerian Agama Sulawesi Selatan memberangkatkan sebanyak 7.789 JCH.

"Kalau embarkasi Makassar itu ada 18 ribu lebih yang tergabung dalam delapan provinsi. Jadi khusus untuk di Sulawesi Selatan cuma 7.789 orang," kata Humas Kemterian Agama Sulawesi Selatan, Sofyan Akhmad.

Sementara untuk daftar tunggu terlama dalam pemberangkatan haji di Sulawesi Selatan, kata Sofyan Akhmad, ada di Kabupaten Bantaeng

"Untuk jemaah haji kita yang porsi terlama itu ada di Kabupaten Bantaeng. Waiting list-nya itu sekitar 40 sampai 41 tahun," ujar Sofyan.

Alasannya, terang Sofyan Akhmad, penentuan kuota pemberangkatan JCH menganut sistem 1 per 1000 orang. Artinya, 1000 orang pemeluk agama Islam di suatu daerah mendapat porsi 1 JCH. []

Berita terkait
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi