Jakarta - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), memulai penyelidikan safeguard atau tindakan pengamanan perdagangan atas melonjaknya jumlah impor pakaian dan aksesorinya mulai Kamis, 1 Oktober 2020.
Keputusan ini, diambil sebagai tindak lanjut atas permohonan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang mewakili industri dalam negeri penghasil komoditas tersebut pada 9 September 2020 lalu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dalam tiga tahun terakhir (2017—2019), terjadi peningkatan jumlah impor barang pakaian dan aksesori pakaian dengan tren sebesar 7,33 persen.
Dari bukti awal permohonan yang diajukan API, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang pakaian dan aksesori pakaian. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan jumlah impor barang tersebut.
Adapun pada 2019, Negara asal impor barang pakaian dan aksesori pakaian terbesar bagi Indonesia adalah China dengan pangsa impor sebesar 79,29 persen. Diikuti Bangladesh 5,74 persen, Vietnam 3,41 persen, dan Singapura 3,03 persen. Sedangkan negara lain memiliki pangsa impor di bawah 3 persen.
"Dari bukti awal permohonan yang diajukan API, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang pakaian dan aksesori pakaian. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan jumlah impor barang tersebut," ujar Ketua KPPI Mardjoko dalam keterangan resminya belum lama ini.
Sebelumnya, Sekjen API Rizal Rakhman menilai, pelaku industri tekstil dan produk tekstil atau TPT sulit mengimbangi target pertumbuhan ekonomi 2021 yang dipatok pemerintah, yakni sebesar 4 sampai 5 persen.
Menurut Rizal, beratnya langkah untuk mengimbangi target pemerintah tidak lepas dari signifikannya dampak pandemi Covid-19 terhadap industri pertekstilan di Tanah Air.
"Covid-19 berdampak sekali ke industri tekstil. Jadi, untuk mengimbangi target itu akan berat. Pasalnya, pada Mei-Juni 2020 utilitas industri tekstil sampai di bawah 20 persen. Artinya, kami harus memulai dari dasar sekali untuk memulihkan ke kondisi normal," ungkap Rizal.

Sedangkan untuk mendorong utilitas industri TPT hingga akhir tahun ini, Rizal menyarankan pemerintah untuk melakukan penyehatan permintaan pasar. Sehingga, operasional pabrik dapat berjalan dan suplai bisa muncul.
Adapun saat ini, belanja masyarakat masih tertuju untuk keperluan kesehatan dan keperluan sehari-hari. Sementara untuk meningkatkan belanja tekstil, syarat utamanya adalah pemulihan kesehatan sehingga secara psikologi masyarakat berani membelanjakan uang untuk membeli keperluan lain, seperti misalnya pakaian.
- Baca Juga : Tips Pilih Bahan Tekstil Murah dan Berkualitas di Tanah Abang
- Baca Juga : Pacu Sektor Tekstil, Kemenperin Beri Bantuan Mesin untuk IKM
Kemudian, pemerintah juga perlu menerapkan tindakan safeguard produk garmen sebagai upaya pengamanan pasar dalam negeri serta melakukan substitusi bahan impor.[]