Jakarta - Tentara Bangladesh mulai membangun pagar di perbatasan dengan Myanmar, tepat di sekeliling tenda pengungsian yang dikabarkan menampung hampir satu juta etnis Rohingya pada Rabu, 11 Desember 2019.
Dikutip dari AFP, sekelompok pasukan dengan seragam militer mendirikan pilar untuk pagar berduri di wilayah Balukhali, tenggara Cox's Bazar.
Komisaris Urusan Pengungsi Bangladesh Mahbub Alam Talukder membenarkan pembangunan pilar berduri di perbatasan Myanmar tersebut. Sayang, dia enggan memberikan komentar lebih lanjut soal itu.
Pengungsi Rohingya baru menunggu memasuki kamp pengungsi sementara Kutupalang, di Cox Bazar Bangladesh, Rabu (30/8). (Foto: Ant/Reuters//Mohammad Ponir Hossain)
Hal senada juga dituturkan oleh Panglima Angkatan Darat Bangladesh, Jenderal Aziz Ahmed yang mengatakan saat ini militer tengah mendirikan pagar berduri.
Kata dia, pihaknya juga telah memesan lebih banyak kawat berduri untuk dipasang di sepanjang perbatasan.
Pemerintah Bangladesh frustasi dengan semakin bertambahnya pengungsi Rohingya yang mendatangi negaranya. Saat ini pengungsi sudah hampir satu juta yang diakibatkan krisis kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar pada pertengahan 2017.
Diketahui, pihak keamanan Bangladesh kini telah melarang para pengungsi untuk meninggalkan kamp (tenda) pengungsian. Mereka itu kerap dicegat karena kedapatan keluar dari tempat penampungan maupun ke bagian wilayah lain di Bangladesh.
"Mereka mengalami kekurangan nutrisi. Mereka lapar dan trauma," kata juru bicara Program Pangan Dunia, Bangladesh, Dipayan Bhattacharyya seperti dikutip Channel News Asia, Kamis (7/9/). (Foto: Click Ittefaq)
Selain gerak Rohingya dibatasi, Bangladesh juga memblokir internet, menyita kartu izin mengemudi (SIM), dan telepon seluler di tenda pengungsian itu.
Itu membatasi pergerakan kami. Kami harus berjalan jauh untuk mendapat jatah makanan dari pihak berwenang.
Akibatnya, sejumlah petinggi etnis Rohingya di Bangladesh menyatakan protesnya agar tidak semakin dibatasi ruang gerak mereka.
"Itu membatasi pergerakan kami. Kami harus berjalan jauh untuk mendapat jatah makanan dari pihak berwenang. Anak-anak tidak bisa bermain lagi," kata Mohammad Hashim, salah satu tokoh Rohingya di penampungan itu.
Sebelumnya, pada 2018, Bangladesh dan Myanmar telah menyepakati untuk memulai tahap pemulangan Rohingya ke Rakhine. Namun, hingga kini proses repatriasi itu tak menunjukkan progres. []
Baca juga: