Riau, (Tagar 27/6/2017) - Senyum renyah diiringi obrolan hangat terukir pada wajah warga sebuah desa di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Bertegur sapa saling bertanya kabar mewarnai obrolan pagi itu.
Obrolan yang berlangsung di sebuah rumah sederhana berdinding papan tersebut berjalan santai. Jumlah mereka mencapai ratusan. Sedari pagi sekitar pukul 07.00 WIB, mereka telah berkumpul di rumah yang merupakan kediaman orang yang dianggap lebih tua dan bijaksana di kampung bernama Selatbaru tersebut.
Tua, muda, dan anak-anak berkumpul menjadi satu pada hari Senin (26/5) atau tepat pada hari kedua Idulfitri 1438 Hijriah. Sajian kue yang hanya ditemukan saat Lebaran menggugah selera untuk dirasakan. Begitu pula, satai berkuah kacang yang sengaja disiapkan tuan rumah, pantang untuk ditinggalkan.
Rumah sederhana itu terlihat penuh sesak. Orang-orang tua terlihat duduk lesehan di bagian depan atau ruang tamu, sementara pemuda dan anak-anak bercampur di ruang belakang. Suasana yang awalnya sedikit ramai mendadak hening. Doa dilantunkan bagi keberkahan si tuan rumah. Dengan khusyuk, doa itu lalu diaminkan serentak.
Selanjutnya, terdengar ketua RW menyampaikan pengumuman singkat. Pengumuman berisi tentang rencana rute rumah yang akan dikunjungi pada beberapa RT di lingkungan itu. Terdapat sekitar 50 rumah yang harus dikunjungi. Setiap bapak dan anak laki-laki penghuni rumah mengikuti rombongan tersebut. Sementara ibu-ibu dan anak perempuan juga melakukan hal yang sama pada keesokan harinya.
Masyarakat setempat menjuluki tradisi itu dengan "Barakan". Sebuah tradisi yang sejauh ini baru ditemukan di Pulau Bengkalis, sebuah pulau di Pesisir Riau, yang kental dengan akulturasi budaya Melayu dan Jawa.
"Barakan" adalah tradisi. Setiap warga yang tinggal dalam satu RW atau beberapa RT saling mengunjungi. Tidak jelas bagaimana tradisi ini bisa ada. Konon, para tetua mengatakan tradisi itu sudah ada sejak beberapa generasi sebelum mereka. Dengan adanya tradisi seperti ini, silaturahmi selalu terjaga. Perantau yang hanya berkesempatan pulang pada saat Lebaran juga akan tetap saling mengenal dengan warga setempat. Begitu pun pendatang, juga akan lebih mudah mengenal lingkungannya.
Kegiatan itu dilakukan dengan sukarela. Dengan berjalan kaki dari satu rumah ke rumah lainnya, semuanya terasa hangat. Ritualnya juga sama, berkunjung, bersalaman, dan berdoa untuk sang penghuni rumah dan menikmati sajian. Begitu seterusnya dilakukan di masing-masing rumah yang mereka kunjungi.
“Tradisi ini merupakan yang paling saya rindukan saat Lebaran,” kata Adit, warga setempat yang kini merantau ke negeri jiran, Malaysia.
Senada dengan Adit, Imelda, ibu rumah tangga asal Kota Pekanbaru dan menikah dengan warga setempat, juga mengatakan bahwa dirinya baru menemukan tradisi itu di Bengkalis. “Ini tradisi yang unik dan saya selalu semangat mengikutinya,” ujarnya.
Tradisi "Barakan" memang membuat suasana Lebaran lebih terasa. Apabila masyarakat perkotaan lebih banyak menghabiskan waktu di pusat rekreasi atau perbelanjaan saat Lebaran, hal itu tidak terjadi di Pulau Bengkalis. Mereka memanfaatkan momen Lebaran untuk saling mengujungi, lalu bersalaman, mengucapkan "Minal Aidin wal Faizin" untuk setiap penghuni rumah meski dilakukan berulang kali, serta menikmati sajian khas Lebaran. Sungguh tradisi yang pantas untuk terus dijaga.
"Barakan" biasanya dilakukan pada satu hari. Namun, di beberapa desa lainnya di Pulau Bengkalis, tradisi itu bisa memakan waktu hingga sepekan lamanya, atau tergantung pada jumlah rumah yang mereka kunjungi dan kesepakatan antarwarga.
"Barakan" juga biasanya dimulai pada hari kedua Lebaran atau setelah pada hari pertama Idulfitri dihabiskan bersama keluarga. Bahkan, di beberapa tempat, tradisi "Barakan" tidak hanya diikuti kaum muslimin, tetapi juga warga non-Muslim. Mereka berbaur dengan satu lainnya menjaga keutuhan dan kesatuan. Sebuah tradisi yang cantik untuk dapat dijaga dan mudah-mudahan ditiru daerah lainnya pada saat negeri ini butuh stimulasi menjaga persatuan.
Serbuan Produk Luar Negeri
Selain mengamati tradisi "Barakan" di Pulau Bengkalis, terdapat pemandangan janggal saat memasuki dari satu rumah ke rumah lainnya ketika momen "Barakan" berlangsung, yakni serbuan produk dari Malaysia, khususnya produk minuman. Produk minuman berkarbonasi seakan salah satu menu utama untuk disajikan. Mereknya beragam, yang tentu saja tidak ditemukan di swalayan maupun toko-toko ritel Indonesia.
Mayoritas merupakan minuman kemasan asal Malaysia meski di beberapa rumah turut menyajikan produk lokal. Selain minuman, sejumlah makanan ringan, seperti cokelat atau kue manis lainnya, juga berasal dari Malaysia.
Jika ditilik dari segi geografis, letak Bengkalis dan Malaysia memang relatif cukup dekat. Waktu tempuhnya sekitar 1 jam menggunakan kapal cepat dari dua pelabuhan internasional di pulau tersebut. Sementara itu, waktu tempuh antara Bengkalis dan Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru, justru lebih lama, bahkan mencapai 4 jam hingga 5 jam perjalanan darat. Tidak heran apabila pemandangan itu dengan mudah ditemukan di setiap rumah masyarakat Kota Bengkalis.
“Harganya itu lebih murah dan lebih mudah didapat,” kata Yunus, pemilik rumah. “Akan tetapi, ini bukan berarti kami tidak cinta Indonesia, ya,” katanya lagi sambil berkelakar.
Yunus, Adit, dan Imelda mengatakan bahwa momen Lebaran di Bengkalis merupakan yang terbaik dan akan selalu menjadi alasan untuk menunggu dan merasakan kembali hari kemenangan. (yps/ant)