Jakarta - Keputusan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga terhadap beberapa produk bahan bakar minyak (BBM) menuai tanggapan skeptis dari sejumlah kalangan. Pasalnya, penurunan harga BBM tersebut dinilai sangat kontras dengan kondisi yang terjadi saat ini, dimana harga minyak dunia cenderung mengalami kenaikan.
Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Effnu Subiyanto mengatakan penurunan harga BBM yang dilakukan pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) merupakan sebuah anomali ditengah rally kenaikan harga minyak global. "Kalau saya lihat itu hanya bagian dari kebijakan populis yang dilakukan oleh pemerintah dan beberapa pejabat BUMN terkait," ujarnya kepada Tagar melalui sambungan telepon di Jakarta, Senin 6 Januari 2020.
Effnu berasumsi, langkah pemotongan tarif jual BBM sangat tidak relevan dengan kondisi industri migas dewasa ini. Sebab, eskalasi ketegangan di Timur Tengah antara Iran dan Amerika Serikat memberikan sentimen negatif terhadap stabilitas harga komoditas tersebut. Untuk itu dia berpandangan jika langkah penurunan harga BBM tidak lebih dari upaya Pertamina untuk menarik simpati masyarakat. "Pihak lain atensinya naik, tapi ini kita malah turun," ucapnya.
Penurunan harga BBM kemungkinan tak berlangsung lama
Dalam catatannya, penurunan harga beberapa produk BBM yang dijual oleh Pertamina tidak akan berlangsung lama. Sebab, apabila pemerintah tetap mempertahankan kebijakan tersebut maka bisa membebani struktur belanja subsidi. Walaupun penurunan harga BBM terjadi pada produk nonsubsidi, tetap saja pemenuhan kebutuhan bahan bakar di dalam negeri masih banyak disumbang oleh minyak impor.
"Saya menghitung paling lama satu bulan penurunan ini akan terjadi setelahnya akan naik lagi. Malahan, harganya bisa lebih tinggi dari harga sebelumnya," sebut Effnu.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Pertamina memutuskan untuk melakukan penyesuaian atau penurunan harga terhadap beberapa produk BBM pada akhir pekan lalu 5 Januari 2020. Adapun, beberapa BBM yang mengalami penyesuaian antara lain Pertamax menjadi Rp9.200 perliter (turun Rp 650), Pertamax Turbo menjadi Rp 9.900 (turun Rp 1.300), Pertamina Dex menjadi Rp 10.200 (turun Rp 1.500), serta Dexlite menjadi Rp 9.500 (turun Rp 700).

Sementera itu, berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Tagar pada Senin 6 Januari 2020, harga minyak mentah West Texas Intermediet (WTI) terpantau berada pada level 64,38 dolar AS per barel. Angkat tersebut naik 2,11 persen atau 1,33 poin dibandingkan dengan posisi sebelumnya. Sedangkan untuk harga minyak mentah Brent diketahui naik 1,69 poin dibandingkan dengan penutupan terakhir menjadi 70,27 dolar AS per barel.
Harga dipengaruhi oleh besaran PBBKB
Sebelumnya Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, mengatakan penurunan harga BBM sudah berlaku sejak Minggu, 5 Januari 2020 tepat pada pukul 00.00 WIB. Penurunan harga tersebut mengacu kepada kebijakan yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Menurut Fajriyah, jika biasanya harga solar dan bensin berbeda-beda di tiap daerah karena dipengaruhi oleh besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di masing-masing wilayah, maka dengan ada penyesuaian ini, maka harga BBM akan sama rata. "Penyesuaian harga BBM Umum merupakan aksi korporasi yang mengacu pada ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh pemerintah," kata Fajriyah Usman.[]
Baca Juga:
- Daftar Harga BBM 2020 Pertamina, Shell dan Total
- Penurunan Harga BBM, Indikator Keberhasilan Ekonomi Jokowi