Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam menjelaskan cara kerja rapid test atau alat uji cepat yang digunakan untuk tes massal mendeteksi virus corona atau Covid-19 di Indonesia.
Penjelasan Ari dikemukakan menyusul banyak masyarakat yang memesan rapid test secara online untuk digunakan sendiri. Padahal menurutnya, rapid test itu diperuntukan kepada mereka yang hanya membutuhkan.
"Penting dikethaui bahwa rapid test ini diutamakan pada kelompok yang memang ODP (orang dalam pemantauan) dan PDP (pasien dalam pemantauan). Memang ada riwayat kontak dengan orang yang suspect," kata Ari dalam konferensi pers dalam acara #FKUIpeduliCovid19; Kehadiran Rapid Test Covid di Tengah Masyarakat Indonesia yang digelar secara daring melalui di akun Youtube Medicine UI pada Jumat, 27 Maret 2020.
Menurut Ari, rapid test dipergunakan layaknya alat untuk mendeteksi kehamilan (test pack). Hanya saja, rapid test mendeteksi virus corona menggunakan darah sebagai sampelnya.
Maka bisa saja sebenarnya positif tapi masih masuk window periode infeksi.
Pada alat rapid test berjenis VivaDiag Covid-19 IgM/IgG misalnya, kata Ari, terdapat kontrol garis yang dilengkapi dengan tiga keterangan deteksi di samping badan alat uji, yaitu IgG (Immunoglobulin G) atau jenis antibodi yang paling banyak terdapat dalam darah, IgM (Immunoglobulin M) atau antibodi yang terbentuk saat pertama kali sistem imun berhadapan dengan patogen, dan C (control).
"Jenis yang ada di Jakarta yang 500 di awal. Ini melihat IgG dan IgM. Seperti yang pernah dilihat pada tes urine kehamilan, itu ada kontrol. Kalau garis kontrol 1, dia negatif," ujar Ari.

Lebih lanjut, kata Ari, jika garis merah muncul pada indikator C maka dinyatakan negatif corona. Namun jika garis merah muncul dalam formasi: C-IgG-IgM, C-IgM, atau C-IgG, maka akan dinyatakan positif.
"Ketika pasien itu saat diperiksa IgM-nya masih negatif, tapi sekali lagi kebetulan ada riwayat kontak maka bisa saja sebenarnya positif tapi masih masuk window periode infeksi," ujar Ari.
Berdasarkan penjelasan Ari, window periode adalah masa di mana virus sudah masuk dalam tubuh namun belum menunjukan gejala apapun. "Window periode itu dia sudah mulai ada inkubasi tapi belum ada gejala. Di masa ini masih negatif. Tapi sebenarnya dia masih dalam perjalanan menuju ke situ," ujarnya.
Maka dari itu, kata dia, penting untuk melakukan tes lanjutan 6-7 hari setelah rapid test pertama dilakukan guna memastikan orang tersebut negatif Covid-19.
Seperti diketahui, kebijakan untuk melakukan rapid test atau tes massal virus corona di Indonesia diserukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat, 20 Maret 2020. Menyambung kebijakan itu, sebanyak 150 ribu unit rapid test yang didatangkan dari China tiba di Indonesia pada Minggu, 22 Maret 2020. []