Jakarta - Belt Road Initiative atau One Belt One Road (OBOR) merupakan mega proyek yang diinisiasi Pemimpin China, Xi Jinping untuk membangun jalur perdagangan antar negara-negara, khususnya di kawasan Asia, Afrika, Eropa, hingga benua Amerika.
Dikutip dari situs World Bank, proyek ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2013. Pemerintah China mengharapkan melalui OBOR, konektivitas perdagangan antar negara-negara peserta penerima proyek dapat meningkat. Pembangunan ini disebut-sebut sebagai jalur sutra baru abad 21.
Dalam forum OBOR yang dihelat di Beijing, China pada April 2019 lalu, Xi Jinping mengklaim sudah ada 150 negara yang menandatangani keikutsertaan proyek ini, termasuk Indonesia.
Pembangunan OBOR meliputi investasi di bidang jalan raya, pelabuhan, jalur kereta api, perumahan (real estate), jaringan listrik, serta komoditas besi dan baja.
Sejak digulirkan pada 2013 lalu, China telah menggelontorkan dana sebesar 90 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1.200 triliun dalam bentuk pinjaman luar negeri kepada negara-negara peserta dalam mewujudkan OBOR yang diproyeksikan selesai seutuhnya pada 2049 mendatang.
Bank Dunia mencatat, perdagangan negara-negara yang mengikuti proyek pembangunan OBOR dapat meningkat 3.6% dan memacu perdagangan global hingga 2.4%.
Peta mega proyek One Belt One Road yang digagas China. (Foto: Wikipedia)
Proyek OBOR di Indonesia
Setidaknya, sudah ada tiga proyek yang mendapat bantuan pendanaan dari program OBOR China, antara lain proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang menelan total biaya Rp 81,23 triliun, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Sungai Kayan (Kalimantan Utara), dengan biaya sebesar Rp 340 triliun, dan pembangunan Kawasan Industri Tanah Kuning (Kalimantan Utara) yang telan biaya Rp 20,9 miliar.
Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan proyek-proyek tersebut dijalankan melalui skema business to business (B2B) tanpa intervensi pemerintah.
Kritik Proyek OBOR
Mega proyek pembangunan jalur sutra abad 21 tersebut mendapat banyak kekhawatiran dari banyak pihak. Salah satunya dari Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad yang membatalkan tiga proyek OBOR di negaranya, termasuk proyek pembangunan kereta api senilai 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 281 trilun). Perdana Menteri tertua di dunia tersebut mengatakan kemungkinan timbulnya kolonialisme gaya baru dari proyek besutan China ini.
Salah satu negara yang mengalami kegagalan pemanfaatan dana OBOR adalah Sri Lanka. Akibat tidak mampu membayar hutang pinjaman OBOR, sebuah pelabuhan di Sri Lanka bernama Hambantonta terpaksa di sewakan kepada China secara gratis selama 99 tahun ke depan. []