Belum Ada Titik Temu Antara PT Sulindafin dan Buruh

Pernyataan antara PT. Sulindafin dan Buruh dalam mediasi akan dikaji ulang oleh Disnaker Kota Tangerang untuk jalan keluar
Suasana media antara buruh PHK sepihak dengan PT Sulindafin yang dimediasi oleh Disnaker Kota Tangerang. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

Tangerang - Jalan panjang perjuangan Buruh PT. Sulindafin (Shinta Group) yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak sampai saat ini belum menemui jalan keluar yang diharapkan. Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) yang hadir dalam kasus tersebut mencoba melakukan mediasi antara pihak perusahaan dengan buruh Di Kantor Disnaker, Cikokol, Kota Tangerang, Banten, pada Rabu, 5 Februai 2020.

Mediasi tersebut dihadiri sekitar 300 buruh yang sampai hari ini belum mendapat kejelasan status dari pihak perusahaan. Dalam mediasi itu, Disnaker memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk menyampaikan masing-masing pernyataannya.

Kokom Komalawati yang menjadi jubir dari pihak Buruh menjelaskan bahwa tuntutan Buruh sudah mutlak sesuai kesepakatan buruh di setiap rapat-rapat yang dijalankan selama ini. 

Buruh yang jadi korban PHK sepihak menuntut empat hal, yaitu: 1. Buruh minta dipekerjakan kembali dengan status (karyawan tetap) seperti sebelum di PHK. 2. Buruh menuntut agar BPJS Ketenagakerjaan dan kesehatannya dibayarkan oleh perusahaan, 3. Buruh menuntut agar dikeluarkannya pesangon atas nama Sumaryati dan Ahmad Supadi sesuai undang-undang dan ketentuan yang berlaku, 4. Buruh meminta agar upah dari bulan Desember 2019 sampai Januari 2020 dibayarkan.

Apabila tuntutan tersebut tidak dapat dipenuhi, lanjut Kokom, maka Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) siap menempuh jalur hukum ke tingkat selanjutnya. "Kami sudah siap dengan segala resikonya, kalaupun kasus ini sampai Ke PHI kami sudah siap," kata Kokom di ruang mediasi.

GSBI berpendapat bahwa tuntutan buruh tersebut sangat rasional. Pasalnya, menurut GSBI pabrik tidak tutup atau bangkrut, akan tetapi hanya libur sementara saja. Saat libur pun, dikatakan Kokom masih ada beberapa bagian yang buka seperti gudang, security dan kendaraan aktif keluar masuk pabrik. "Itu kan hanya modus perusahaan saja, kami lihat aktivitas itu setiap hari dari posko perjuangan kami," ujar Kokom.

Sementara pihak perusahaan menjawab tuntutan buruh dengan sikap yang sama kerasnya. Bahwa keputusan perusahaan terhadap buruh sudah final. Perusahaan yang diwakili oleh pihak human resource development (HRD) dalam hal ini menyatakan adanya PHK tersebut memang benar bahwa perusahaan mengalami kerugian. Di tahun 2017 perusahaan rugi sebesar Rp 5 miliar dan di tahun 2018 perusahaan rugi sebesar Rp 14 miliar.

Hal itulah yang menjadi dasar perusahaan untuk memecat buruh dan tidak bisa kembali mempekerjakan buruh tersebut. Perusahaan siap membayarkan BPJS sebesar 4%. Pembayaran upah menyusul putusan pengadilan dan bersifat tetap. Perusahaan juga siap membayar pesangon namun hanya sebesar 70% dari 1x PMTK sesuai UU No. 13 pasal 156 ayat 2, 3 dan 4. "Kalau ada keputusan yang berubah, nanti akan kami info setelah melakukan rapat dengan owner nanti," kata Edi Susanto, Kepala HRD PT Sulindafin.

Sementara Disnaker yang memfasilitasi mediasi tersebut belum bisa mengambil keputusan untuk kedua belah pihak. Disnaker akan mengeluarkan anjuran atau rekomendasi jalan keluar dalam waktu 14 hari kerja. "Kami tetap tidak bisa mengambil keputusan, namun tetap berusaha untuk memberi solusi yang baik bagi keduanya," ujar Tirama, jubir Disnaker saat mediasi. []

Berita terkait
Buruh PT Sulindafin Belum Menangkan Tuntutan
Gerakan Serikat Buruh Independent (GSBI) dan Serikat Buruh Merdeka (SBM) bertahan di posko tuntut pergantian status buruh PT Sulindafin
0
Usai Terima Bantuan Kemensos, Bocah Penjual Gulali Mulai Rasakan Manisnya Hidup
Dalam hati Muh Ilham Al Qadry Jumakking (9), sering muncul rasa rindu bisa bermain sebagaimana anak seusianya. Main bola, sepeda.