Jakarta - Direktur Utama PT Asabri (Persero) Sonny Widajaja mengatakan anjloknya aset perseroan saat ini disebabkan oleh penurunan nilai investasi yang sebagian besar ditempatkan pada grup usaha milik Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Pihaknya saat ini tengah meminta pertanggungjawaban kepada Benny Tjokro alias Bentjok dan Heru Hidayat dalam rangka pemulihan aset investasi dengan total nilai Rp 11,4 triliun.
"Besaran ini terdiri dari Heru Hidayat sebesar Rp 5,8 triliun, serta Benny Tjokro sebesar Rp 5,6 triliun," ujar Sonny dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR-RI di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu 19 Februari 2020.
Heru adalah Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) yang juga memiliki beberapa saham lain. Sementara Bentjok adalah Dirut PT Hanson International Tbk (MYRX) dan pemilik PT Rimo Internasional Tbk (RIMO). Keduanya kini menjadi dua dari enam tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro berjalan meninggalkan gedung bundar Kejaksaan Agung usai diperiksa sebagai saksi di Jakarta, Senin, 6 Januari 2020. (Foto: Antara/Nova Wahyudi)
Untuk mencapai RBC 100 persen, dibutuhkan peningkatan aset Rp 7,05 triliun.
Walaupun dinilai Sonny tidak mudah, penagihan pertanggungjawaban tersebut tetap harus dilakukan guna menyehatkan kondisi keuangan perseroan. Selain itu, upaya lain yang ditempuh oleh Asabri untuk menyehatkan kondisi finansial adalah dengan melakukan pemetaan aset investasi yang tidak produktif dan mengubah strategi investasi dari agresif ke konservatif. "Kami juga meminta para manajer investasi untuk meningkatkan pengelolaan portofolio dana sesuai dengan prospektus penawaran," tuturnya.
Untuk diketahui, Asabri mengalami tekanan keuangan yang cukup dalam dengan catatan risk based capital (RBC) minus 571 persen. Bahkan, perusahan milik negara itu memproyeksi keadaan lebih kronis bakal terjadi tahun ini dengan prediksi minus 643 persen. "Untuk mencapai RBC 100 persen, dibutuhkan peningkatan aset Rp 7,05 triliun. Sedangkan, untuk RBC 120 persen, kami memerlukan peningkatan Rp 7,26 triliun," ucap Sonny.

Sebagai informasi, perusahaan asuransi di Indonesia wajib memiliki tingkat RBC minimal sebesar 120 persen. Semakin tinggi RBC sebuah perusahaan asuransi, maka bisa dikatakan bahwa perusahaan asuransi tersebut semakin baik dan sehat.
Risk based capital adalah salah satu metode pengukuran batas tingkat solvabilitas yang disyaratkan dalam undang-undang. RBC ini untuk mengukur tingkat kesehatan keuangan sebuah perusahaan asuransi untuk memastikan pemenuhan kewajiban asuransi dan reasuransi dengan mengetahui besarnya kebutuhan modal perusahaan sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi perusahaan dalam mengelola kekayaan dan kewajibannya.
Sementara itu, hingga Desember 2019 Asabri melakukan penempatan portofolio investasi pada beberapa sektor, seperti reksadana Rp 4,16 triliun (45, 32 persen), obligasi Rp 2,49 triliun (30,57 persen), saham Rp 1,29 triliun (14,53 persen). Kemudian, deposito Rp 640 miliar (7,12 persen), dire (dana investasi real estate) Rp 120 miliar (1,34 persen), infrastruktur Rp 75 miliar (0,83 persen), dan EBA (efek beragun aset) Rp 26 miliar (0,3 persen). Total dana kelolaan dari seluruh instrumen investasi tersebut mencapai Rp 8,98 triliun yang berasal dari produk tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan kerja, dan tunjangan kematian. []