Jakarta - Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan mengatakan kehadiran Kartu Prakerja yang digulirkan oleh pemerintah adalah bukti kehadiran negara dalam persoalan sumber daya manusia di Tanah Air. Menurut dia, Kartu Prakerja sejatinya diperuntukan bagi kalangan masyarakat yang belum pernah dan baru mau memasuki dunia kerja.
“Pertama kita perlu hargai ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk ikut bertanggung jawab terhadap ketenagakerjaan akibat wabah pandemi. Saya katakan ikut bertanggung jawab karena ternyata Kartu Prakerja diperluas manfaat dan fungsinya untuk pekerja yang di-PHK dan yang dirumahkan, padahal sejatinya untuk orang belum pernah bekerja,” ujarnya kepada Tagar melalui sambungan telepon di Jakarta, Senin, 20 April 2020.
Urgensi dunia usaha saat ini adalah bagaimana turut memberikan solusi terhadap polemik ketenagakerjaan menyusul gelombang PHK yang masif saat ini akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Kartu Prakerja Dikritik, Apa Mampu Pulihkan Ekonomi?
Hadi menambahkan inisiasi pemerintah yang melakukan perluasan program Kartu Prakerja dinilainya cukup tetap sasaran. Pasalnya, urgensi dunia usaha saat ini adalah bagaimana turut memberikan solusi terhadap polemik ketenagakerjaan menyusul gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif saat ini akibat pandemi Covid-19. “Tidak apa-apa, tujuan pemerintah ini bagus jadi kita dukung saja,” ucapnya.

Kalau bisa jangan ada pelatihan dulu, percuma. Toh, para penerima manfaat pasti tidak bisa langsung dapat kerja karena situasi sekarang yang serba sulit, lebih baik dinaikan nilai uang tunainya.
Meskipun demikian, Hadi turut menyoroti salah satu skema pendidikan dan pelatihan (diklat) yang terdapat dalam program Kartu Prakerja. Menurut dia, pemerintah dinilai mengahambur-hamburkan anggaran lewat kewajiban membayar vendor lembaga diklat yang menyediakan modul bahan ajar. Belum lagi sejumlah perusahaan rintisan (start up) yang turut digandeng negara dalam pelaksanaan program terbaru ini.
“Kalau bisa jangan ada pelatihan dulu, percuma. Toh, para penerima manfaat pasti tidak bisa langsung dapat kerja karena situasi sekarang yang serba sulit, lebih baik dinaikan nilai uang tunainya,” ucap dia.
Argumen Hadi itu merujuk pada alokasi biaya pelatihan yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp 1 juta. Padahal, bujet bantuan tunai yang diberikan pada peserta penerima manfaat hanya berjumlah Rp 2,4 juta yang dibagi dalam empat tahap pemberian atau Rp 600.000 perbulan.
Baca Juga: Pemerintah Tambah Anggaran Kartu Prakerja Rp 20 T
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan dana tak kurang dari Rp 20 triliun untuk program kartu prakerja pada tahun ini dengan menargetkan 5,6 juta orang penerima manfaat.[]