Jakarta - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memastikan rencana Uni Eropa (UE) yang membatasi atau boikot penggunaan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dari Indonesia untuk periode 2021-2023 berdampak negatif.
Salah satu dampaknya adalah kesulitan ekspor yang berujung pada peningkatan stok atau pasokan CPO dalam negeri. Saat kondisi ekonomi melambat, stok tersebut berujung pada rendahnya harga CPO di tingkat petani.
"Kalau terus anjlok, empat juta petani terancam jadi pengangguran, dan 13 juta pekerja tidak langsung, terancam di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)," ucap Bhima kepada Tagar, Rabu, 4 Desember 2019.

Selama ini, CPO diandalkan sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar Indonesia. Jadi, ketika terjadi boikot CPO transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) akan ikut terpengaruh.
Empat juta petani terancam jadi pengangguran.
Diskriminasi CPO UE, menurutnya juga akan menumbuhkan diskriminasi CPO di negara-negara lain yang selama ini menjadi tujuan ekspor CPO Indonesia.
"Negara India, Pakistan, China, atau Amerika Serikat akan terinspirasi oleh EU. Bukan tidak mungkin, kedepannya yang melakukan diskriminasi sawit makin banyak," tuturnya.
UE memang berencana membatasi penggunaan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dari Indonesia untuk periode 2021-2023. Salah satu alasannya terkait masalah lingkungan yang ditimbulkan dari pertanian sawit. Pihak UE pun mengklaim boikot terhadap sawit Indonesia bukan bentuk diskriminasi tapi upaya penyelamatan lingkungan. []