Jakarta - CEO Lippo Group James Tjahaja Riady mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi kasus suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Saksi tidak hadir James Tjahaja Riady, swasta dalam kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," kata Jubru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis, 12 Desember 2019.
Maka tentu sesuai hukum acara dapat dilakukan pemanggilan kembali atau permintaan bantuan pada petugas untuk menghadirkan.
Sedianya, kata Febri, James dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Bartholomeus Toto. Toto merupakan mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang yang juga terlibat kasus perizinan Meikarta.
Febri menyebut pihaknya belum menerima pemberitahuan terkait alasan mangkirnya James. Dia mengatakan penyidik akan melakukan pemanggilan ulang.
"Jika tidak hadir tanpa alasan yang patut maka tentu sesuai hukum acara dapat dilakukan pemanggilan kembali atau permintaan bantuan pada petugas untuk menghadirkan," katanya.
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/10/2018). KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro menjadi tersangka kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)
Sebelumnya, James telah beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam perkara yang juga menyeret mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin ke dalam balik jeruji besi selama 6 tahun.
Nama James Riady juga muncul di dakwaan para pemberi suap dalam perkara ini. Para terdakwa itu adalah Billy Sindoro selaku Direktur Operasional Lippo Group, pegawai Lippo Group Henry Jasmen Sihotang, serta dua konsultan Lippo Group Taryudi dan Fitradjaja Purnama.
Sementara itu, Toto bersama Sekretaris Daerah Jawa Barat Nonaktif Iwa Karniwa juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Senin, 29 Juli 2019.
James Riady diduga memberi suap Rp10,5 miliar kepada Neneng Hasanah untuk mendapat kemudahan izin proyek Meikarta.
Toto sendiri dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Iwa yang diduga menerima uang Rp 900 juta atas perannya memuluskan pengurusan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi telah ditahan KPK. []