Jakarta - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan buzzer merupakan alat yang sangat efektif untuk melakukan propaganda di era digital, khususnya di media sosial. Pasalnya, buzzer memiliki follower yang banyak yang bisa digunakan untuk mempromosikan sesuatu, tak melulu soal politik.
Mereka bekerja dengan cara menggiring opini yang sama, isu yang sama, meskipun caranya berbeda.
"Supaya apa? Supaya lebih banyak lagi orang yang memiliki opini sama dengan dia. Jadi, ini untuk mempengaruhi opini orang lain" ujar Hendri, di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019 seperti dilansir dari Antara.

Keberadaan buzzer di era digital, khususnya di media sosial pun, kata dia tidak selalu membawa pengaruh negatif pada warganet. "Keberadaan buzzer, menurut saya, tidak hanya melulu jelek, tetapi tetap ada positif," tuturnya.
Pengaruh negatif dari buzzer itu terjadi, ketika buzzer mendapatkan perintah menggunakan media sosial untuk memanipulasi opini publik dan memanipulasi fakta.
"Kalau itu terjadi tentu buzzer harus dihapuskan karena bukan hanya membahayakan negara, tetapi bisa memecah belah rakyat," ucapnya.
Jika buzzer sudah membawa pengaruh negatif seperti itu, menurut Pendiri dan Komisaris lembaga survei KedaiKOPI harusnya ada peran pemerintah untuk menertibkan buzzer. Karena, pemerintah punya akses yang mudah untuk menertibkan aksi buzzer atau paling tidak pemerintah segera melakukan screening terhadap buzzer.
Hendri pun meminta pemerintah mengajak semua pihak untuk menggunakan hati nurani ketika menggunakan buzzer. Sebab, penggunaan buzzer yang salah dapat mempengaruhi perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus dijaga bersama.
Apalagi, Indonesia menghadapi ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme. "Gunakanlah buzzer-buzzer ini untuk kebaikan. Jangan digunakan untuk hal-hal yang bisa justru memutarbalikkan fakta yang akhirnya bisa menghancurkan negara ini," ucapnya. []