Jakarta - Koordinator Wilayah Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Papua dan Papua Barat, Willem Frans Ansanay, bercerita mengenai kondisi para mahasiswa Papua yang belajar di kota-kota besar di Jawa.
Akibatnya, mereka harus banting tulang untuk membiayai pendidikan dan hidup mereka. Ini membuat mereka rentan disusupi dan diprovokasi
Menurutnya, mereka datang ke Jawa karena keinginan besar untuk maju dan meraih pendidikan setinggi mungkin.
"Namun kondisi mereka di Jawa tidaklah selalu sesuai dengan apa yang dibayangkan karena kebanyakan dari mereka berasal dari orang tua miskin," ujarnya.
Dia menambahkan seringkali untuk makan pun susah, belum lagi harus membayar biaya kos dan biaya pendidikan. "Bahkan ada yang harus cuti kuliah beberapa semester untuk bekerja dan cari uang untuk kemudian nanti melanjutkan kuliah lagi," katanya.
Massa berjalan kaki menuju Kantor Gubernur Papua saat melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang. (Foto: Antara/Gusti Tanati)
Kondisi ini, kata Willem, rentan membuat mahasiswa Papua terprovokasi oleh isu radikalisme atau separatisme.
Willem menambahkan sebagian mahasiswa asal Papua yang kuliah di Jawa awalnya dibiayai oleh pemerintah daerah di Papua. Namun, dalam perkembangannya biaya tersebut kemudian macet atau tidak disalurkan lagi.
"Akibatnya, mereka harus banting tulang untuk membiayai pendidikan dan hidup mereka. Ini membuat mereka rentan disusupi dan diprovokasi," kata Willem.
Sejatinya, tambah Willem, orang Papua adalah orang yang cinta damai. Ia meminta pemerintah daerah di Jawa dan di manapun bisa merangkul mereka dengan baik dan dijadikan seperti warga sendiri.
Ia memberi contoh dan mengapresiasi warga Papua yang melakukan unjuk rasa damai di Jayapura hari ini, Senin, 19 Agustus 2019.
Willem mengatakan unjuk rasa damai yang diikuti ribuan warga itu membuktikan masyarakat Papua sudah dewasa dan tidak mudah terprovokasi meski dihujat dengan isu rasial di Surabaya dan Malang.
"Ibu Khofifah sebagai Gubernur Jawa Timur juga sudah minta maaf dan kami warga Papua juga sudah memaafkan saudara-saudara kami di Surabaya dan Malang. Kita ini saudara dalam satu NKRI, kita harus tetap jaga persatuan," katanya.

Dia mengatakan seluruh warga negara dalam bingkai NKRI kedudukannya sama meski berbeda suku, agama, warna kulit, dan rambut.
"Janganlah ada lagi provokasi lagi terhadap kami atau juga ujaran rasial yang menyebut monyet. Bahkan di Papua kera atau monyet pun tak ada," kata Willem tertawa. []