China Hapus Budaya Uighur dengan Mengubah Nama Pedesaan

Sejumlah analis mengatakan bahwa kampanye ini merupakan bagian dari upaya Beijing untuk menghapus budaya dan ekspresi keagamaan Uighur
FILE - Sebuah mobil melaju melewati sebuah papan bertuliskan "Selamat Datang di Desa Baru Persatuan Hotan" di gurun Hotan, wilayah Xinjiang, China barat, 21/9/2018. (Foto: voaindonesia.com/AP/Andy Wong, File)

TAGAR.id – Sebuah laporan baru menunjukkan bahwa pemerintah China telah secara sistematis mengubah nama-nama desa yang memiliki makna budaya dan agama bagi etnis Uighur di wilayah otonom Xinjiang, China, menjadi nama-nama China yang menunjukkan ideologi Partai Komunis China.

Laporan yang dirilis pada hari Rabu oleh Human Rights Watch dan organisasi Uighur Norwegia “Uygur Hjelp” yang turut menyusun laporan tersebut menemukan bahwa sekitar 630 desa telah mengalami penghapusan unsur-unsur agama, sejarah, dan berbagai praktik budaya Uighur, termasuk alat musik petik tradisional Uighur “dutar” dan tempat pemujaan yang disebut “mazar” dihilangkan dari penamaan desa mereka.

Sejumlah analis mengatakan bahwa kampanye ini merupakan bagian dari upaya Beijing untuk menghapus budaya dan ekspresi keagamaan Uighur.

“Ini adalah bagian dari pelanggaran serius yang sedang berlangsung terhadap warga Uighur di Xinjiang,” ujar Maya Wang, Direktur Interim China di Human Rights Watch melalui sambungan telepon kepada VOA.

Menurut laporan itu, pemerintah China sering menggunakan frasa Mandarin seperti “kebahagiaan”, “persatuan”, dan “harmoni” untuk menggantikan nama-nama desa Uighur tersebut.

Dampak terhadap Komunitas Uighur

Ketika China terus mengubah beberapa nama desa dari bahasa Uighur ke Mandarin, laporan itu mendapati bahwa kampanye tersebut telah berdampak serius pada komunitas Uighur.

Berdasarkan wawancara dengan 11 orang Uighur, perubahan nama itu dinilai semakin menyulitkan beberapa orang Uighur untuk menemukan desa mereka, sementara yang lain mungkin mengalami kesulitan untuk mendaftar ke layanan pemerintah.

“Beberapa orang Uighur di luar Xinjiang merasa tidak bisa mengenali kampung halaman mereka,” kata Abduweli Ayup, ahli bahasa Uighur di pengasingan yang turut menulis laporan tersebut.

Dampak dari perubahan nama desa tersebut disertai dengan penahanan massal Uighur oleh Beijing, pengawasan massal terhadap komunitas Uighur, dan penganiayaan lainnya termasuk pemisahan keluarga, kerja paksa, dan kekerasan seksual.

Anak-anak UyghurFILE - Anak-anak Uyghur bermain di alun-alun dengan latar belakang poster propaganda bergambar warga Tionghoa Han dan Uighur bertuliskan "Alun-Alun Persatuan Desa Baru Persatuan Kota Hotan", di wilayah Xinjiang, China barat, 20/9/2018. (Foto: voaindonesia.com/AP/Andy Wong, File)

Apa yang Bisa Dilakukan Komunitas Internasional?

Sementara PBB dan sejumlah pemerintah dunia telah mengutuk penganiayaan sistematis China terhadap Uighur dan menjatuhkan sanksi khusus terhadap pejabat China, Human Rights Watch mengatakan bahwa tanggapan-tanggapan tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi perlakuan Beijing terhadap komunitas Uighur.

Ayup mendesak agar negara-negara lain mencoba meningkatkan tekanan terhadap Beijing selama sidang Dewan HAM PBB yang akan datang.

“Pemerintah dunia yang peduli dan kantor HAM PBB harus meningkatkan upaya mereka dalam meminta pertanggungjawaban pemerintah China atas pelanggaran yang mereka lakukan di wilayah Uighur,” kata Ayup kepada VOA melalui sambungan telepon, seraya menambahkan bahwa salah satu prioritasnya adalah pembebasan ratusan ribu orang Uighur yang masih ditahan di Xinjiang. (th/ab)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
China Jatuhkan Penjara Seumur Hidup kepada Seorang Akademisi Uighur
Seorang akademisi terkemuka Uighur, Prof Rahile Dawut, dilaporkan dipenjara seumur hidup oleh China