Jakarta - Ade, warga Afrika yang tengah belajar di Tiongkok dipaksa untuk meninggalkan apartemen sampai jangka waktu tengah malam.
Lima bulan yang lalu, Ade, warga negara Nigeria baru datang ke Guangzhou, China Selatan utuk belajar komputer di Universitas Guangdong. Ia baru saja membayar uang kuliah untuk semester baru, ketika pemilik apartemen memintanya untuk pergi.
Media China melaporkan bahwa seorang pasien Nigeria yang positif corona telah menyerang seorang perawat.
Ia bergegas mengepak barang-barangnya. Sementara beberapa polisi berjaga-jaga di luar. Teman-teman sekamar juga sudah berada di luar. Ade dan teman-temanya terpaksa terpaksa menghabiskan beberapa malam tidur di jalanan.
Baca Juga: Kasus Infeksi Corona Tanpa Gejala di China Melonjak
"Lihat bagaimana mereka memperlakkan kami. Bagaimana mereka memaksa kami keluar dari apartemen dan memaksa kami untuk melakukan karantina sendiri," kata Ade kepada BBC dari sebuah hotel di Guangzhou.
"Mereka mengatakan kepada saya bahwa hasil tes sudah keluar dan negatif. Tapi tetap saja mereka tidak ingin saya keluar,"ucap Ade lagi.
Kawasan bisnis di Guangzhou, termasuk di daerah yang populer dengan orang Afrika, telah ditutup karena kekhawatiran pemerintah China terhadap penyebaran virus corona. (Foto: BBC News).
Para pemimpin komunitas Afrika di Guangzhou menyebutkan bahwa sebagian besar warga Afrika di China dipaksa menjalani karantina atau tidur di jalanan. "Beberapa orang bersembunyi," kata salah satu pemimpin komunitas melalui aplikasi media sosial terenkripsi.
Sebelumnya pada awal April beredar rumor di dunia maya bahwa kota tempat imigran Afrika tinggal dan berdagang itu dikurung setelah dua orang Nigeria yang dites positif mengidap virus corona itu lolos.
Mereka baru saja datang dengan ambulans dan tim medis mereka membawa kami. Yang mereka katakan adalah itu hukum Tiongkok dan perintah dari pemerintah.
Media China melaporkan bahwa seorang Nigeria yang positif coorna telah menyerang seorang perawat. Sejak itu Komisi kesehatan China mulai menguji secara luas warga negara Afrika. Pihak berwenang setempat mengatakan telah menguji setiap warga negara Afrika di kota tersebut, dan ditemukan bahwa 111 dari lebih dari 4.500 orang Afrika di Guangzhou dinyatakan positif.
"Mereka baru saja datang dengan ambulans dan tim medis mereka membawa kami. Yang mereka katakan adalah itu hukum Tiongkok dan perintah dari pemerintah," kata Hao, seorang pengusaha dari Pantai Gading.
Seperti diketahui, banyak orang Afrika yang telah lama menetap di China, khususnya di Guangzhou. Diperkirakan ada ratusan ribu warga Afrika yang tinggal di kota itu. Banyak diantara mereka yag masuk ke Tiongkok dengan visa jangka pendek untuk membeli barang-barang. Jumlah warga Afrika di Guangzhou diperkirakan mencapai lebih dari 200 ribu orang dan memilih untuk menetap lama.
Soal konflik tes virus corona saya pikir itu hanya kesalahpahaman. Ini bukan tentang diskriminasi rasial. Itu bukan gaya rakyat Guangzhou.
Namun imigran Afrika itu semakin berkurang dengan adanya kebijakan pembatasan visa. Para pengusaha Afrika mengeluh tentang embatasan visa dan perlakuan tak adil.
Orang Afrika dikenal ramah dengan penduduk lokal. "Mereka mau bersahabat dengan penduduk setempat, dan mereka melakukan bisnis seperti biasa selama beberapa tahun terakhir," kata seorang warga Guangzhou yang tidak ingin disebutkan namanya.
Simak Pula: Kematian Covid-19 di 4 Negara Ini Melampaui China
Menurut warga Ghuanzhou itu, jika ada warga Afrika yang bermasalah mungkin ia melakukan beberapa hal ilegal. "Soal konflik tes virus corona saya pikir itu hanya kesalahpahaman. Ini bukan tentang diskriminasi rasial. Itu bukan gaya rakyat Guangzhou," tuturnya.[]