Shanghai - Sebagian besar perusahaan Amerika di China tidak memiliki rencana untuk merelokasi produksi atau sumber kegiatan ke negara lain, meskipun angka pandemi virus corona di negara itu masih cukup tinggi, kata sebuah survei pada Jumat, 17 April 2020.
Survei bersama yang dilakukan Kamar Dagang Amerika Serikat di Beijing dan Shanghai dengan PricewaterhouseCoopers (PwC) itu menyebutkan hampir 70 persen responden berharap operasi rantai pasokan di Tiongkok kembali normal dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. Dari jumlah itu, sekitar 90 persen memperkirakan akan kembali normal dalam tiga hingga enam bulan.
Covid-19 telah mendorong perlunya analisis yang lebih holistik tentang diversifikasi rantai pasokan.
Baca Juga: Corona, Trump Akan Buka Lagi Negara Bagian Bertahap
Survei yang juga melibatkan Kamar Dagang Amerika Shanghai itu dilakukan dari tanggal 6-13 Maret, melibatkan 25 perusahaan. Survei eksekutif senior dari perusahaan-perusahaan yang memiliki pendapatan global lebih dari 500 juta dolar AS dan terlibat dalam sektor-sektor dari perawatan kesehatan hingga konsumen.
Sementara itu 68 persen responden lain melihat kembali ke aktivitas normal di China dalam tiga bulan ke depan. Sebanyak 96 persen responden mengharapkan diharapkan kembali normal dalam tiga hingga enam bulan.

Sebagian besar responden menyebutkan tantangan terbesar di masa pendemi ini adalah logistik, seperti transportasi dan pergudangan. Sementara responden juga menyebutkan bahwa pemasok tidak dapat beroperasi dengan kapasitas penuh sebagai masalah yang paling kritis berikutnya. "Covid-19 telah mendorong perlunya analisis yang lebih holistik tentang diversifikasi rantai pasokan," ucap Jan Nicholas, mitra konsultan di PwC China.
China mampu dengan cepat bangkit, dan memulai kembali perekonomian setelah berbulan-bulan terkunci.
"Berbeda dengan beberapa narasi global, data kami yang berbasis di China menunjukkan bahwa mayoritas anggota kami tidak akan berkemas dan meninggalkan China dalam waktu dekat," kata Alan Beebe, Presiden Kamar Dagang Amerika yang berbasis di Beijing, seperti diberitakan dari Channel News Asia.
Menurut Beebe, Tiongkok muncul di depan kurval globa sebelum virus corona belum menjadi pandemi. Namun negara itu mampu dengan cepat bangkit, dan memulai kembali perekonomian setelah berbulan-bulan terkunci.
Baca Juga: Tim Medis China ke Arab Saudi Bantu Lawan Covid-19
Seperti diketahui, wabah corona bermula di kota Wuhan, Provinsi Hubei pada akhir tahun lalu. Namun cepat menyebar ke banyak negara sehingga menyebabkan gangguan besar pada kegiatan ekonomi di seluruh dunia.
China telah mengambil langkah-langkah sejak Februari untuk memulihkan kembali perekonomian dengan membuka pabrik-pabrik dan mengurangi pembatasan perjalanan. Pada 8 April, pemerintah membuka karantina di Wuhan yang telah terkunci selama 76 hari, pasca jumlah korban terinfeksi terus merosot.[]