Jakarta - Ketua Media Center Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin menegaskan tidak akan mundur dalam menyuarakan aspirasinya terkait konflik sektarian yang terjadi di India.
"Dalam Islam, kita tidak boleh mencari musuh. Namun, kalau sudah umat Islam dibantai, maka haram kita untuk mundur," ujar Novel kepada Tagar, Selasa, 10 Maret 2020.
Kemudian, Novel menyesalkan sikap Kedutaan Besar India yang menurut dia tidak kooperatif saat pihaknya bersama Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) menggelar demonstrasi di sana, Jumat, 6 Maret 2020.
Baca juga: Dubes India Sebut FPI Ekstremis, PSI Ungkit Anies
Novel meminta pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomasi dengan India, serta menuntut negara itu ke mahkamah peradilan hukum internasional.
"Dia itu diduga bagian golongan ekstremis pembantai umat Islam dan patut oleh pemerintah, dikeluarkan dari Indonesia dan dibawa bersama ke pengadilan kriminal Internasional (ICC)," kata Novel.
Selain itu, mantan kader Partai Bulan Bintang (PBB) itu juga menyinggung ucapan Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat yang mengatakan, FPI, PA 212, dan GNPF-U termasuk kelompok ekstremis.
Namun, kalau sudah umat Islam dibantai, maka haram kita untuk mundur.
"Justru aksi kami prosedural dan dilindungi undang-undang. Apa yang dikatakan Pradeep Kumar Rawat itu adalah provokasi," ucap Novel.
Sebelumnya, FPI, PA 212, dan GNPF-U menggelar aksi demonstrasi di Kedutaan Besar (Kedubes) India pada Jumat siang, 6 Maret 2020.
Baca juga: Digeruduk FPI, Dubes India Bakal Mengadu ke Anies
Mereka dan beberapa organisasi masyarakat lainnya mengutuk tindakan kekerasan yang dialami umat Islam di India dan meminta pertikaian berdarah antara pemeluk agama di sana dihentikan.
Seperti diketahui, undang-undang (UU) Kewarganegaraan yang disahkan parlemen India pada Desember 2019 menyulut pertikaian berdarah antara pemeluk agama Hindu-Islam di New Delhi, India.
UU tersebut berisi semua imigran yang rata-rata berasal dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh dapat memeroleh status kewarganegaraan India. Namun, keistimewaan itu tidak berlaku jika imigran tersebut memeluk agama Islam. []