Jakarta - Partai Demokrat menawarkan sejumlah skema biaya penyaluran jika pemerintah menerapkan karantina wilayah atau lockdown di Jakarta. Dalam berbagai rancangan, biaya paling banyak dikeluarkan pemerintah pusat mencapai Rp 8,4 triliun khusus di Jakarta.
"Kalau untuk seluruh penduduk Jakarta sebanyak 11,06 juta jiwa, kebutuhannya ditanggung pemerintah, maka dibutuhkan sekitar Rp 8,4 triliun jika menggunakan jasa ojek online dalam pendistribusiannya," kata Anggota DPRD DKI Fraksi Demokrat, Mujiyono, di Jakarta, Sabtu, 28 Maret 2020.
Kebutuhan yang dimaksud berupa pangan, alat pembersih sabun, susu, makanan pendamping ASI, makanan tambahan bagi lansia, kebutuhan spesifik bagi disabilitas, hingga air bersih minum. Semua kebutuhan itu ditanggung pemerintah pusat selama 14 hari masa karantina sesuai perintah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan.
"Karena itu, diaturlah bahwa kewenangan menetapkan karantina wilayah atau lockdown menjadi kewenangan pemerintah pusat. Tapi baiknya, pak gubernur DKI Jakarta segera bersikap, karena Jakarta butuh lockdown 14 hari saja agar corona tidak meluas," katanya.
Petugas Dishub Kota Semarang memasang pembatas di Jalan Pandanaran, simpang Thamrin, Minggu sore, 29 Maret 2020. Wali Kota Hendrar Prihadi memutuskan untuk menutup sementara akses jalan protokol di Kota Semarang selama 2 pekan. (Foto: Dishub)
Selain rancangan di atas, Anggota DPRD DKI tiga periode ini skema pembiayaan lainnya. Skema itu mulai dari pemberian bantuan makanan untuk warga penerima subsidi dengan memberdayakan ojek online hingga pemberian bantuan dengan jalur RT dan RW.
Kalau 4,4 juta kalangan bawah ditanggung makannya selama 14 hari, maka dibutuhkan Rp 2,044 triliun.
Skema kedua, ialah bantuan untuk warga berdasarkan jumlah penerima bantuan iuran (PBI) BPJS tahun 2016 yang mencapai 3,48 juta jiwa. Jika dikalikan Rp 33.000 per hari untuk makan sesuai angka kebutuhan gizi, kata Mujiono, total yang dibutuhkan Rp 1,6 triliun.
Dalam skema kedua ini, dia menyarankan agar pemerintah menanggung kebutuhan alat pembersih sabun, susu, hingga makanan pendamping ASI balita. Selain itu, biaya operasional ojek online untuk mengantarkan paket makanan ke warga terdampak ditanggung pemerintah.
"Sehingga, total hitungan pada skema ini dibutuhkan Rp 4,4 triliun untuk biaya lockdown," katanya.
Skema ketiga, kata Mujiono, pemberian bantuan untuk 40 persen warga dengan pendapatan terendah. Mengutip Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian Sosial, ia mengatakan, penerima bantuan dalam skema ini mencapai 4,4 juta jiwa.
"Kalau 4,4 juta kalangan bawah ditanggung makannya selama 14 hari, maka dibutuhkan Rp 2,044 triliun. Jika ditambah kebutuhan lainnya, seperti alat pembersih sabun, susu/ MPASI, makanan tambahan lansia dan lainnya, maka total dibutuhkan Rp 4,9 triliun," tuturnya.

Selain itu, Mujiyono membuat skema tanpa pemberdayaan ojek online dalam pendistribusian bantuan. Bantuan dalam skema ini diberikan dalam bentuk transfer kas atau bantuan langsung tunai (BLT).
Jika ini diterapkan, biaya yang harus dikeluarkan mencapai 2,1 triliun. Warga yang menerima berdasarkan PBI BPJS Tahun 2016.
Hanya saja, menurut dia, skema BLT ini rawan penyalahgunaan. Meski biaya yang dibutuhkan lebih kecil ketimbang pemberdayaan ojek online, Mujiono tidak merekomendasikannya. Dia lebih menyarankan agar pemerintah memberdayakan RT/RW untuk pendistribusian pangan selama masa karantina.
Warga dengan pendapatan 40 persen terendah dari data BDT juga dapat menerapkan distribusi via transfer ini. Artinya pengemudi ojek online tidak dilibatkan. Biayanya yang dibutuhkan 2,6 triliun.
Dari semua skema ini, menurut Mujiono, APBD DKI tidak kekurangan. Apalagi Pemerintah Pusat menyokong pembiayaan. []