Jakarta – Ribuan orang berunjuk rasa di Thailand pada Minggu, 14 November 2021, untuk merespon sebuah putusan pengadilan yang menyatakan bahwa tuntutan untuk mereformasi monarki adalah termasuk tindakan ilegal.
Sedikitnya tiga demonstran cedera dalam berbagai bentrokan dengan polisi di Bangkok.
Pengadilan Konstitusional mengeluarkan putusan kontreversial itu pada Rabu, 10 November 2021. Pengadilan itu juga memutuskan bahwa tiga aktivis anti-pemerintah, yaitu Arnon Nampa, Panupong Jadnok dan Panusaya Sithijirawattanakul, bertujuan untuk menggulingkan monarki negara tersebut dalam berbagai pidato yang mereka sampaikan pada Agustus 2020 lalu.

Para aktivis itu membuat daftar 10 tuntutan untuk menyerukan reformasi institusi kerajaan, serta dihapuskannya peraturan 112, yang dikenal sebagai lese-majeste, yang mengkriminalisasi para pelaku kritik terhadap monarki di Thailand. Siapapun yang melakukan kejahatan itu terancam hukuman hingga 15 tahun penjara.
Kan Sangtong adalah pengamat yang bekerja di iLaw, sebuah organisasi HAM Thailand. Dia mengatakan kepada VOA bahwa aksi protes diperkirakan akan terjadi pasca putusan pengadilan itu.
Polisi dan demonstran Thailand bentrok dalam aksi memrotes cara pemerintah menangani Covid-19 di Bangkok, Thailand (Foto: Dok/voaindonesia.com/Reuters)
"Putusan Pengadilan Konstitusional membuat massa sangat marah. Mereka berusaha mereformasi Undang-undang Kriminal 112," kata Kan Sangtong.
Kelompok-kelompok oposisi telah merencanakan aksi turun ke jalan mulai dari Monumen Demokrasi Bangkok hingga di Sanam Luang, dimana Istana berada (vm/pp)/voaindonesia.com/VOA. []
Polisi Thailand Pakai Meriam Air Untuk Bubarkan Demonstrasi
Demonstran Thailand Klaim Perubahan Hati dan Tolak PM Prayuth
Kegagalan Vaksinasi Covid-19 Jadi Amarah Rakyat Thailand
Demonstrasi Tuntut Kerajaan Thailand Lakukan Reformasi