Denny Siregar: Berkah Gubernur Soleh Anies Baswedan

Banjir di zaman Anies Baswedan bukan lagi bencana, seperti yang dulu didoakan Aa Gym waktu masa Ahok bekerja. Tulisan Denny Siregar.
Anies Baswedan. (Foto: Antara/Aji Cakti)

Jakarta sejak dulu memang sudah menjadi langganan banjir. Sejak zaman pemerintahan Belanda di tahun 1600-an sampai sekarang, Jakarta terus dihajar banjir. Berbagai penanganan dilakukan secara serius mulai dari membangun waduk sampai zaman Ahok terjadi penggusuran penduduk yang tinggal di sekitar kali.

Tapi memang sulit menangani banjir di Jakarta. Itu karena Jakarta memang dikabarkan berpotensi tenggelam dengan amblesnya tanah di Jakarta setiap tahun. Ada banyak penyebab kenapa tanah di Jakarta ambles sekian puluh sentimeter setiap tahun. Pertama, berkurangnya air di dalam tanah karena penggunaan sumur bor air tanah secara berlebihan. Kedua, karena beban di permukaan tanah terlalu berat akibat banyaknya gedung tinggi. Dan ketiga, karena kondisi natural, yang artinya memang tanah Jakarta punya potensi turun.

Ketika masa kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur Jakarta, dia fokus pada penanganan banjir. Lanjut pada masa Ahok, penanganan banjir di Jakarta menjadi agenda utama. Proyek besar yang dilakukan Ahok adalah normalisasi Sungai Ciliwung. Target Ahok pada waktu itu adalah Kali Ciliwung dinormalisasi sejauh 33 kilometer.

Sayang, Ahok sudah tidak menjabat lagi. Gubernur baru Jakarta, Anies Baswedan, tidak mau meneruskan kerja Ahok karena gengsi. "Malu dong, meneruskan kerja lawan politik... ntar dibilang enggak punya prestasi."

Yang terjadi akhirnya normalisasi itu mandek. Dan sampah kembali bertebaran di sepanjang Sungai Ciliwung yang dihasilkan warga yang tinggal di bantaran sungai. Lebar Sungai Ciliwung menjadi sempit karena banyak warga yang bikin bangunan permanen di pinggirnya. Dan banjir pun semakin lambat surutnya karena air tidak punya tempat untuk mengalir.

Banjir di zaman Anies Baswedan bukan lagi bencana, seperti yang dulu didoakan Aa Gym waktu masa Ahok bekerja.

Zaman Anies Baswedan, penanganan banjir seperti tidak punya konsep yang jelas. Anies lebih banyak bermain di kata-kata daripada di kerja. Normalisasi diganti menjadi naturalisasi. Bedanya cuma kalau normalisasi adalah pemasangan dinding beton di samping sungai, sedangkan naturalisasi enggak pakai beton, tapi tumbuh-tumbuhan supaya tampak hijau, katanya. Penting enggak sih?

Dan Anies ingin penanganan banjir harus sesuai tuntunan agama. Sesuai sunatullah, katanya. Entah apa urusannya banjir dengan agama, cuma Anies yang tahu, karena dia terbiasa menggunakan agama sebagai tamengnya, seperti yang terjadi pada saat Pilgub DKI 2017.

Anies sebenarnya tahu dia tidak bisa kerja. Dia sendiri tidak punya konsep apa-apa. Mau meneruskan konsep Ahok, sudah kadung malu. Akhirnya yang dilakukan adalah membangun pencitraan dengan mengucurkan dana hibah ke ormas-ormas supaya mereka mendukung dan menjaga "nama baik"-nya.

Dana hibah untuk ormas dikucurkan Anies setiap tahun selalu naik. Tahun 2018, dana ormas yang dikucurkan berjumlah 1,88 triliun rupiah. Tahun 2019 naik jadi 2,75 triliun rupiah. Dan tahun ini dianggarkan 2,84 triliun rupiah.

Dan ternyata saudara, kucuran dana untuk ormas itu efektif buat Anies. Meski banjir di mana-mana, banyak rumah tenggelam, orang-orang mengungsi, masih ada pendukung Anies yang menganggap apa yang dikerjakan Anies adalah benar. Bahkan mereka dengan sangat tega mengatakan banjir di Jakarta adalah berkah.

Banjir di zaman Anies Baswedan bukan lagi bencana, seperti yang dulu didoakan Aa Gym waktu masa Ahok bekerja. Tapi sudah menjadi sebuah nikmat dari Tuhan yang harus ditelan dengan sukacita, meski air sudah sampai sedada dan kerugian material bisa sampai ratusan miliar rupiah.

Bahkan Badan Musyawarah DKI dengan gembira mengatakan, bahwa penduduk DKI Jakarta harus bersyukur karena banjir terjadi waktu hari libur. Ia bahkan memuji Anies Baswedan sebagai gubernur yang soleh.

Memang maha dahsyat kekuatan dana ormas yang berlimpah, sehingga lidah bisa berbalik-balik dari bencana menjadi berkah dari Yang Maha Kuasa, dan gubernur yang tidak bisa bekerja apa-apa menjadi gubernur yang soleh dan dirahmati Sang Pencipta.

Sementara itu, banjir kemarin sudah membuat lebih dari dua ribu orang mengungsi dan 10 ribu lainnya terdampak banjir. Tapi ya itu, warga Jakarta adalah warga yang periang. Mereka selalu melihat semua sudut dari kacamata gurauan. Mereka menyindir gubernur dan pendukungnya yang sama sekali tidak punya empati, hanya sibuk dengan pencitraan diri.

Mari kita lihat bagaimana warga Jakarta dengan riang gembira menghadapi "berkah" yang sedang melanda.

Untuk warga Jakarta, saya ucapkan selamat mendapat kenikmatan yang tiada tara. Banjir daerahnya, bahagia warganya, senang ormasnya dan soleh gubernurnya.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Tulisan ini sebelumnya telah di-publish dalam bentuk video di Cokro TV dengan judul Denny Siregar: Pak Anies Gubernur Soleh, Banjir Pak... Tolong

Baca juga:

Berita terkait
Pernusa: Banjir Cara Anies Baswedan Nyapres 2024
Ketua Pernusa KP Norman Hadinegoro menyebut banjir Jakarta merupakan cara ampuh Gubernur DKI Anies Baswedan untuk menjadi calon presiden 2024.
PA 212: Pengkritik Anies Baswedan Sudah Hilang Akal
Ketua Media Center PA 212 Novel Bamukmin menilai pengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyoal masalah banjir, sudah hilang akal sehat.
PSI Anggap Anies Baswedan Tak Peduli Banjir Jakarta
Anggota Fraksi PSI DKI Justin Adrian menganggap Gubernur Anies Baswedan merasa di atas angin karena lembaga survei. Setelah itu tak peduli banjir.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.