Baca tentang kasus Raja Sejagat dan Sunda Empire, saya jadi pengen cerita sedikit. Kira-kira tahun 2000-an, seorang teman datang dari Cirebon. Dia cerita banyak tentang harta karun Soekarno yang nilainya belasan ribu triliun rupiah. Harta itu katanya ada di Bank Swiss, lengkap dengan batangan emas yang nilainya juga total ribuan triliun rupiah.
Pemegang Dana Abadi Umat itu namanya kalau enggak salah, Abdulrahman. Dia membuat yayasan bernama Yayasan Misi Islam Ahlusunnah Waljamaah atau disingkat Yamisa. Kalau ini cair, katanya, setiap orang di Indonesia akan dapat minimal Rp 400 ribu orang per bulan. Khusus anggota yang terdaftar beda. Anggota akan digaji minimal ratusan juta rupiah per bulan.
Saya sebenarnya pengen ketawa. Tapi jiwa jurnalisku terpicu. Kuikuti saja apa yang temanku lakukan dan aku mendaftar jadi anggota, di bawah komando dia. Dengan catatan, saya tidak mau mengeluarkan duit berapa pun.
Temanku dengan gagah bilang, "Gua bayarin, nanti tinggal dipotong kalau gaji lu cair." Dia begitu pede semua akan berjalan lancar. Bayangin, gaji ratusan juta per bulan bok. Siapa yang enggak ijo. Kerjanya cuma menyalurkan duit ke tetangga-tetangga. Enak amat.
Baru kutahu belakang hari, ternyata untuk menjadi anggota harus bayar 6 jutaan per orang. Temanku sampai berutang puluhan juta membayari orang-orang yang nanti ada di bawahnya, karena dia akan jadi pimpinan.
Titik temunya ada di harta karun Soekarno. Pola mereka sama, bahwa merekalah pemegang dana abadi umat, yang entah ada di mana itu.
Kirab upacara wilujengan Keraton Agung Sejagat menjadi tontonan warga sekitar di Purworejo, Jawa Tengah. (Foto: Grup Facebook/Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)
Dan sempat kuhadiri deklarasi Yamisa di Cirebon, dihadiri ribuan orang dengan mata penuh harapan besar. Lucunya, ada beberapa pejabat setempat yang hadir juga bikin temanku makin merasa jalannya benar.
Pada akhirnya, ZONK!
Si Ketua Yayasan yang katanya pegang harta karun itu, ditangkap polisi karena kasus penipuan. Kasus besar yang merugikan banyak orang ratusan miliar rupiah itu, seperti kuduga bodong. Meski dulu banyak media mainstream yang percaya padanya.
Baca berita ditangkapnya Raja dan Ratu Sejagat di Purworejo, juga ada kerajaan Sunda Empire (Empire teh basa Sunda?), juga Swissindo dan banyak model lain, saya jadi ingat kasus Yamisa itu.
Titik temunya ada di harta karun Soekarno. Pola mereka sama, bahwa merekalah pemegang dana abadi umat, yang entah ada di mana itu. Mereka biasanya pegang dokumen fotokopian bahasa Inggris sebagai penguat, meski itu juga entah mereka dapat dari mana.
Penipuan model begini, yang kemudian sekarang diperbarui dengan model syariah dan modus berbeda, sebenarnya sudah lama ada. Hanya korbannya sesuai masanya. Jenis korbannya juga sama, yaitu orang yang pengen cepat kaya dengan mudah dan tak perlu bekerja.
Kenapa di Indonesia marak model beginian?
Mungkin karena budaya kita yang senang cerita mistis, jadi senang dibohongi dengan model mistis juga. Kalau enggak harta Soekarno, ya janji ke surga dengan jalur ekspres.
Kasihan sebenarnya. Temanku sendiri kudengar meninggal karena enggak tahan dengan utang jutaan di luar kemampuannya, sekaligus malu karena sudah janji macam-macam pada keluarga dan tetangga.
Jadi, pesan moralnya, kalau pengen cepat kaya mendadak, jual saja cerita tentang harta Soekarno atau tentang surga. Dijamin masih ada yang percaya, karena prinsip orang bodoh itu adalah, "Ketipu satu, tumbuh seribu."
Seruput harta Soekarnonya... eh, kopinya.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Tulisan ini sebelumnya telah di-publish di laman Facebook Denny Siregar dengan judul Ketipu Harta Karun Soekarno.
Baca juga:
- Utang Demi Gabung Keraton Agung Sejagat Purworejo
- Rekam Jejak Raja Keraton Agung Sejagat di Purworejo