2019 memang tahun yang berat. Seperti dalam film serial Game of Thrones, tahun itu adalah tahun penentuan bagi kelompok radikal untuk mengambil alih pemerintahan. "Winter is coming," kata mereka.
Mulai dari menunggangi Pilpres, ketika kalah mereka kemudian mengamuk pasca-Pilpres.
Gelombang demo dimainkan untuk membuat kerusuhan. Pokoknya tahun itu bagi mereka, Jokowi harus jatuh. Karena jika tidak, dalam waktu 5 tahun Jokowi akan merombak banyak sarang yang selama ini jadi tempat perlindungan mereka.
Saya ngeri mendengar laporan ada 4 triliun rupiah dana beredar untuk merebut pemerintahan yang sah. Titik kerusuhan ada di Jakarta dan akan disebarkan ke beberapa daerah yang rawan konflik. Kelompok massa bayaran datang ke ibu kota. Korban jiwa berjatuhan.
Tahun 2020 pun kelihatannya laut akan bergolak, meski tidak sekencang tahun sebelumnya.
Pos polisi terbakar saat pengunjuk rasa terlibat bentrok dengan aparat pada aksi massa 22 Mei terkait hasil Pemilihan Presiden 2019, di kawasan Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Rabu malam, 22 Mei 2019. (Foto: Antara/Risky Andrianto)
Untungnya polisi sigap, terima kasih untuk pak Tito Karnavian dan jajarannya waktu itu yang berjuang ekstra supaya kondisi tetap aman. Saya dan banyak teman lagi bermain di udara, mengontrol narasi supaya tidak dikuasai mereka.
Ancamannya? Bukan main-main. Propaganda "dicari anak STM" adalah sebuah sinyal dari mereka untuk menggerakkan massa mencari para "pasukan dunia maya" untuk dibungkam selamanya.
Tahun 2019 adalah juga tahun hancurnya sarang terpenting kelompok garis keras itu, di dalam KPK. Dahsyat pusaran arus baliknya, sempat goyang juga dihajar sana sini oleh media-media yang selama ini menjadi partner mereka.
Tapi pada akhirnya, sesudah gelombang besar itu dikuasai, lautpun kembali tenang. Jokowi menang. Kita semua menang. NKRI berada di tangan yang tepat untuk dikendalikan ke arah yang lebih benar.
Lega akhirnya bisa seruput kopi dengan nikmatnya. Kalaupun masih ada percik-percik masalah, biarlah, toh tidak ada yang sempurna. Yang penting pusaran bahaya sudah kita lewati bersama.
Tahun 2020 pun kelihatannya laut akan bergolak, meski tidak sekencang tahun sebelumnya.
Keputusan Jokowi untuk dengan berani menantang Uni Eropa perang nikel bukan tanpa risiko. Kita tahu, negara barat dan sekutunya mainnya licik. Mereka bisa kembali menggerakkan kelompok radikal untuk menggoyang kembali Indonesia.
Tapi kita sudah siap. Kita sudah punya pengalaman untuk menghadapi mereka.
Setidaknya dalam perang narasi di media sosial, jangan anggap remeh kami-kami yang kemarin menjadi musuh terbesar kelompok yang memainkan firehose of falsehood yang gagal.
Mau berapa cangkir kopipun, tidak ada masalah. Demi Indonesia. Demi anak cucu kita.
Selamat tahun baru, sahabat-sahabat semua. Berterimakasihlah kepada Tuhan yang masih sayang pada negeri ajaib Nusantara tercinta.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Tulisan ini sebelumnya sudah di-publish di laman Facebook Denny Siregar dengan judul 2019, Perang Terbesar
Baca opini lain: