Desa Majannang, Kampung yang Melawan Narkoba

Desa yang hanya memiliki luas 3.48 Km2 ini memproklamirkan diri sebagai desa anti narkoba.
Sejumlah anak-anak di Desa Majannag melihat hewan reptil yang dilakukan sebagai alat sosialisasi bahaya narkoba. (Foto: Tagar/Aan)

Maros - Sejak 25 Juni malam, Andi Zulkifli Riswan Akbar begadang di Desa Majannang. Dia memastikan lokasi acara sudah siap. Sebagai kepala pemerintahan di Kecamatan Maros Baru, dia tak ingin acara yang bakal dihadiri sejumlah pejabat kabupaten berantakan. 

Bersama Junaedi, kepala desa setempat mensterilkan lokasi acara, dari sampah atau juga masalah lainnya. Lalu tepat pada peringatan Hari Anti Narkotika Internasional atau HANI, 26 Juni 2019, Desa Majannang, Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan itu pun mencatat sejarah baru.

Desa yang hanya memiliki luas 3.48 Km2 ini memproklamirkan diri sebagai desa anti narkoba pertama di Kabupaten Maros. Peresmian mendapatkan dukungan dari berbagai pihak termasuk para elite dari forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) se-Kabupaten Maros.

Setidaknya mereka memberikan dukungan dengan cara hadir, ada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres, Komandan Kodim, serta perwakilan Kejaksaan Negeri Maros. Momen historis di lapangan bulu tangkis seluas 20 meter persegi, dijejali ratusan warga di sana. Penuh sesak.

"Selama ini penduduk di Desa Majannang belum pernah sekalipun terlibat kasus narkoba. Dan itu harus tetap terjaga selamanya," kata Kepala Desa Majannang, Junaedi, yang baru saja dilantik usai Pilkades 2018.

Kita bisa lihat berbagai modus yang dipakai penyalahguna narkotika, salah satunya lewat permen

Junaedi secara jiwa besar mengaku, ada beban berat yang harus dia pikul, tanggung jawab memerangi narkoba di wilayah kerjanya.

Dalam misinya, dia sangat berkeinginan terutama para remaja terus diarahkan melakukan kegiatan positif dan diingatkan untuk tidak menyentuh apalagi mencoba barang haram tersebut.

Dalam pikirannya, kalau dulu sabu atau ganja itu hanya digunakan oleh orang-orang kota dan orang kaya, kalau sekarang malah sudah masuk di pedesaan. Dia menabuh perang.

"Makanya dengan kegiatan ini kami sangat berharap peredaran itu bisa diminimalisir atau kalau bisa tidak ada lagi di kampung-kampung," katanya.

Setahun ke depan, kampung anti narkoba yang digagas Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Kabupaten Maros ini akan diisi ragam kegiatan spesial termasuk sosialisasi bahaya dan dampak penyalahgunaan obat-obat terlarang.

Kampung ini juga akan diwarnai program pemberdayaan kepemudaan secara berkala sebagai upaya membentengi dari jeratan bahaya narkoba.

"Kegiatan ini memang kerja sama dengan Granat dan duta anti narkoba. Jadi selama satu tahun ke depan, kita akan jalankan program secara khusus. Bisa dalam bentuk sosialisasi door to door atau kegiatan pemuda yang positif," jelasnya.

Ketua DPRD Maros Chaidir Syam memberikan apresiasi. Dia acungi jempol inisiatif Junaedi berani melabeli wilayahnya sebagai desa anti narkoba.

Chaidir tak lupa mengingatkan bahaya penggunaan zat adiktif, termasuk sejumlah modus operandi penyalahgunaan yang selalu dilakukan para operator bisnis haram itu.

"Kita bisa lihat berbagai modus yang dipakai penyalahguna narkotika, salah satunya lewat permen. Ini wajib kita antisipasi bersama, agar tak merusak generasi kita," kata Chaidir, yang siang itu tampak semangat dengan kemeja safari berwarna abu-abu.

Pria yang juga Sekretaris DPD PAN Maros itu mengakui pencanangan itu menjadi bukti keseriusan warga menolak peredaran narkotika.

Camat Maros Baru, Andi Zulkifli Riswan Akbar yang hingga pukul dua dini hari terjun mensterilkan lokasi kegiatan, mulai memungut sampah hingga mengatur kursi, sangat optimis terobosan di Desa Majannang akan menular ke desa dan kelurahan lainnya.

Kekompakan antarkepala desa dan lurah serta organisasi kepemudaan dalam wilayahnya pun terus ia dorong sehingga banyak inovasi bisa dijalankan bersama-sama.

Kampung ini bukan sekadar mencari popularitas, namun setidaknya ada pembuktian dari sebuah desa yang dekat dengan pusat kota dan mayoritas penduduknya petani tambak, untuk selalu meneriakkan perang terhadap narkotika.

Pakai Reptil

Untuk menarik simpatik warga acara panitia menggandeng komunitas reptil. Medium hewan reptil ini membuat anak-anak khususnya, bersemangat hadir dan kemudian menjadi antusias untuk belajar tentang bahaya penggunaan narkoba.

Ada beberapa hewan reptil yang dibawa anggota komunitas dalam kegiatan ini, seperti ular, buaya, iguana, juga ada burung hantu endemik asal Sulawesi.

Untuk lebih luas, sosialisasi melibatkan puluhan organisasi pemuda, pemerintah dan aparat penegak hukum setempat.

Salah seorang anak di Desa Majannang, Santi mengatakan dengan adanya sosialisasi dengan menghadirkan hewan sangat baik. Karena dirinya sendiri suka dengan hal-hal baru dan adanya hewan ini dirinya lebih tertarik.

"Meski takut melihat ular dan buaya, tapi tetap antusias untuk melihat, bahkan saya sempat memegang badan ular yang selama ini saya takuti," kata Santi, gadis remaja yang berusia 15 tahun.

Ketua panitia pelaksana, Putra Alanuary menyebut strategi sosialisasi dikemas sebaik mungkin. Agar orang tertarik datang. Dia melibatkan banyak elemen agar proklamasi dan sosialisasi meruah luas.

"Kami bersinergi dengan pemerintah, aparat dan juga organisasi pemuda dan komunitas. Salah satunya komunitas pecinta reptil di Maros untuk hadir dalam kegiatan sosialisasi. Tujuannya memang untuk lebih menarik perhatian warga untuk hadir dalam kegiatan ini," sebut dia,

Kasus Narkoba di Maros

Duta Anti Narkotika Granat Maros, Pallawa Rukka mengatakan, dalam memperingati momentum hari Anti Narkotika Internasional yang diselenggarakan setiap 26 Juni, organisasi Granat bersama pemerintah setempat mencanangkan kampung bebas narkoba.

"Ini dilakukan untuk memberantas habis peredaran narkotika di Maros yang saat ini merupakan kabupaten dengan peringkat ke lima kasus peredaran tertinggi," kata Pallawa.

Data Polres Maros, jumlah kasus narkotika di tahun 2017 sebanyak 36 kasus, sementara tahun 2018 terjadi peningkatan dengan 42 kasus. Tertinggi setelah Kota Makassar, Pare–pare dan Kabupaten Sidrap.

Sejarah Hari Anti Narkoba

Hari Anti Narkotika Internasional atau HANI merupakan bentuk keprihatinan dunia terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Momen ini juga sebagai gerakan perlawanan terhadap bahaya narkotika dan obat-obatan terlarang yang berdampak buruk terhadap kesehatan, perkembangan sosial ekonomi, serta kemanan dan kedamaian dunia.

Penetapan 26 Juni sebagai Hari Anti Narkotika Internasional dicanangkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada 26 Juni 1988.

Tanggal ini dipilih dengan mengambil momen pengungkapan kasus perdagangan opium oleh Lin Zexu (1785-1851) di Humen, Guangdong, Tiongkok.

Lin Zexu adalah pejabat yang hidup pada masa Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing. Ia terkenal dengan perjuangannya menentang perdagangan opium di Tiongkok oleh bangsa-bangsa asing.

Kala itu, Lin Zexu melihat negaranya semakin terpuruk karena harta negara terus mengalir ke Inggris untuk membeli obat terlarang, dan ada ketergantungan akan opium.

Oleh karena itu, Lin bertekad menumpas obat terlarang. Usahanya ini akhirnya memicu Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris. Kemudian, Kaisar Daoguang memanggil Lin Zexu untuk membahas penerapan larangan terhadap perdagangan opium. Di hadapan Kaisar, ia menegaskan bahwa opium harus dilarang karena konsumsinya menghabiskan kekayaan negara.

Di Indonesia, pemberantasan narkoba jadi perhatian serius pemerintah. Presiden Jokowi pada Februari 2015, menyatakan, Indonesia gawat darurat narkoba.

Saat itu, Jokowi menyebutkan, berdasarkan data yang dimilikinya, kira-kira ada 50 orang di Indonesia yang meninggal dunia setiap hari karena penyalahgunaan narkoba.

Jika dikalkulasi dalam setahun, ada sekitar 18.000 jiwa meninggal dunia karenanya. Angka itu belum termasuk 4,2 juta pengguna yang direhabilitasi dan 1,2 juta pengguna yang tidak dapat direhabilitasi.

Sebagai bentuk tanggap darurat, Badan Narkotika Nasiona sejak 2016 telah menjalankan program-program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).

Langkah ini dilakukan untuk menekan angka prevalensi penyalahgunaan, khususnya pada kelompok generasi penerus bangsa.

Oleh karena itu, negara berkewajiban menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang mereka dan menjaga dari ancaman bahaya narkoba.[]

Artikel lainnya:

Berita terkait