Jakarta – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah mengulangi seruannya agar junta militer segera membebaskan semua tahanan di Myanmar, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan mengakhiri kekerasan.
Dalam sebuah pernyataan pada 1 April 2021, malam, DK PBB menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas “situasi yang memburuk dengan cepat” di Myanmar dan mengutuk keras penggunaan kekerasan mematikan oleh pasukan keamanan dan polisi terhadap pengunjuk rasa damai pro-demokrasi dan kematian ratusan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.
Dalam foto dari tangkapan layar AFPTV dan siaran Myitkyina News Journal tampak polisi membidik demonstrasi antikudeta dengan senjatanya saat menindak demonstran di Myitkyina di negara bagian Kachin, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. (Foto: voaindonesia.com - AFP dan sumber lain)
Dewan itu juga meminta militer “untuk menahan diri sepenuhnya” dan semua pihak “agar menghindari kekerasan.”
Dewan Keamanan juga menegaskan kembali perlunya penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia (HAM) dan mengupayakan “dialog dan rekonsiliasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar.”
Sementara itu, Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, hari Kamis, 1 April 2021, didakwa melanggar undang-undang rahasia yang berasal dari masa kolonial negara itu, seperti diungkapkan pengacaranya, Khin Maung Zaw. Itu adalah tuduhan paling serius yang dikenakan terhadapnya oleh militer sejak kudeta 1 Februari 2021.
Suu Kyi dan Presiden Win Myint, di antara anggota-anggota Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinannya telah ditahan sejak kudeta. Dia dituduh melanggar protokol Covid-19 dan memiliki enam radio genggam.

Pengacara Khin Maung Zaw, mengatakan kepada Kantor Berita Reuters, 1 April 2021, bahwa Suu Kyi, tiga menteri kabinetnya dan Sean Turnell, seorang penasihat ekonomi asal Australia, didakwa seminggu lalu berdasarkan undang-undang rahasia. Jika terbukti bersalah, mereka menghadapi hukuman 14 tahun penjara. “Suu Kyi muncul melalui video untuk sidang pada Kamis, 1 April 2021, dan tampaknya dalam keadaan sehat,” kata Min Min Soe, juga pengacara Suu Kyi.
Pengunjuk rasa antikudeta kembali ke jalan-jalan pada 1 April 2021, beberapa secara simbolis membakar salinan konstitusi negara ketika sekelompok anggota parlemen yang digulingkan mengumumkan pemerintahan sipil baru untuk melawan junta militer yang berkuasa. Beberapa media melaporkan bahwa dua pengunjuk rasa lagi tewas pada 1 April 2021. (lt/ab)/voaindonesia.com. []