Dipanggil tidak Datang, KPK Panggil Ulang Ayah Mertua dan Suami Dian Sastro

KPK telah memanggil Adiguna Sutowo dan Maulana Indraguna Sutowo, ayah mertua dan suami aktris Dian Sastrowardoyo, untuk diperiksa, namun keduanya tidak datang.
Maulana Indraguna Sutowo dan Dian Sastrowardoyo. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 30/3/2018) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengonfirmasi Adiguna Sutowo dan anaknya Maulana Indraguna Sutowo terkait mekanisme korporasi di PT Mugi Rekso Abadi (MRA).

"Ya akan dilakukan pemanggilan ulang, baik terhadap pendirinya ya, salah satu pendiri MRA tersebut atau Direktur Utama MRA itu akan kami lakukan pemanggilan ulang, tetapi saya belum dapat jadwalnya kapan. Nanti kalau sudah ada jadwal dari penyidik kami informasikan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/3) malam.

Sebelumnya, KPK telah memanggil Adiguna Sutowo dan Maulana Indraguna Sutowo. Ayah mertua dan suami aktris Dian Sastrowardoyo itu akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia. Namun, keduanya belum memenuhi panggilan KPK.

Menurut Febri, KPK membutuhkan keterangan keduanya terkait mekanisme keuangan dan korporasi di PT MRA sehubungan dengan posisi tersangka Soetikno Soedarjo di PT MRA.

KPK pun telah mendapatkan klarifikasi atas ketidakhadiran keduanya. Sedianya Adiguna akan diperiksa KPK pada Selasa (20/3) lalu, sedangkan Maulana pada Selasa (27/3).

Untuk Adiguna diketahui kurang sehat dan Maulana baru pulang dari luar negeri sehingga KPK akan menjadwalkan ulang pemeriksaan keduanya.

Adapun pemeriksaan terhadap Adiguna dalam kapasitasnya sebagai pendiri sekaligus petinggi dari PT Mugi Rekso Abadi (MRA), sedangkan Maulana merupakan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi.

KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2015 Emirsya Satar dan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Emirsyah Satar dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta Euro dan 180 ribu Dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta Dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.

Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui merupakan Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.

Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta Pounsterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara, antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.

KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara. SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK, termasuk memberikan sejumlah alat bukti.

KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.

Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Namun, sampai saat ini KPK belum menahan keduanya meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Januari 2017 lalu. (ant)

Berita terkait