Jakarta - Presiden pertama RI Soekarno akrab disapa Bung Karno dikenal sebagai sosok sederhana. Demikian juga Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta akrab disapa Bung Hatta. Tokoh sederhana lain adalah Agus Salim.
Hal tersebut diungkap Ketua MPR RI Zulkifli Hasan akrab disapa Zulhas dalam pembukaan Sidang Tahunan MPR di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
Kesederhanaan Bung Karno
Kesederhanaan Bung Karno, kata Zulhas, di antaranya Bung Karno memilih berjalan kaki usai ditetapkan sebagai presiden dalam rapat panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI), 18 Agustus 1945.
Zulhas membandingkan gaya hidup Bung Karno dengan pejabat sekarang yang kebanyakan berperilaku sebaliknya.
Contoh kesederhanaan yang lain dari Bung Karno, "Santapan berbuka puasanya adalah sate ayam yang dibeli sendiri di pinggir jalan dari seorang pedagang tanpa pakaian atas, alias bertelanjang dada," kata Zulhas.
Kesederhanaan Bung Hatta
Zulhas mengatakan kesederhanaan Bung Hatta juga bisa dijadikan referensi bagi pejabat negara pada masa kini.
"Sesaat setelah berhenti dari jabatan sebagai wakil presiden, Bung Hatta menolak menerima uang Rp 6 juta yang merupakan sisa dana nonbujeter untuk keperluan operasional dirinya selama menjabat wakil presiden," kata Zulhas.
Haji Agus Salim sampai meninggal dunia tetap berstatus kontraktor. Kediamannya berupa rumah sempit di gang sempit, masih berstatus sewa ketika beliau wafat.
Kesederhanaan Agus Salim

Selain Bung Karno dan Bung Hatta, Zulhas juga mencontohkan kesederhanaan Agus Salim, juga tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia.
"Haji Agus Salim sampai meninggal dunia tetap berstatus kontraktor. Kediamannya berupa rumah sempit di gang sempit, masih berstatus sewa ketika beliau wafat. Kasur gulung, ruang makan, dapur, dan tempat menerima tamu di rumah kontrakannya bersatu dalam satu ruangan besar," kata Zulhas.
"Nasi goreng kecap mentega menjadi menu favorit, khususnya ketika sedang tidak ada makanan lain yang lebih bergizi, dan tidak ada uang," lanjut Zulhas.
Zulhas mengatakan, nilai- nilai dari tokoh bangsa tersebut dapat menjadi acuan bagi generasi penerus.
Dengan meneladani kesederhanaan mereka dalam kehidupan sehari-hari, kata Zulhas, spirit para pahlawan bangsa akan selalu hidup di hati sanubari rakyat Indonesia. []