Paser - Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor meminta Bupati Paser, Yusriansyah Syarkawi, melakukan mediasi antara PT Kideco Jaya Agung (KJA) dengan Hj. Aji Yati dan kuasa hukumnya, LBH Bara JP, terkait sengketa penambangan di atas tanah milik Aji Yati seluas 2269 hektar tanpa ganti rugi yang layak. Tanah tersebut berada di Desa Biu, Kecamatan Muara Samu (dulu Kecamatan Batu Sopang), Kalimantan Timur.
Pertemuan telah dilaksanakan 19 Maret 2020 lalu. Pertemuan tersebut dihadiri aparat Pemda Paser dengan kepala desa dan Hj. Aji Yati. Hasil pertemuan memutuskan mengundang PT KJA untuk mediasi dengan masyarakat tgl 24 Maret 2020.
Namun, Senin, 23 Maret 2020, pihak PT KJA menyatakan tidak dapat hadir. Padahal pengacara dari LBH Bara JP yang mendampingi Hj. Aji Yati sudah hadir di Paser dan siap untuk mediasi.
Pengacara dari LBH Bara JP Dinalara Butar-Butar mengatakan sudah hampir 10 tahun Hj. Aji Yati, memperjuangkan hak-haknya untuk pembayaran ganti rugi atas tanah milik turun temurun seluas 2269 hektar yang dikuasai dan digarap oleh PT. KJA untuk melakukan tambang batubara.
"Sampai hari ini dimana PT. Kideco tidak juga melakukan pembayaran ganti rugi atas lahan milik Hj. Aji Yati tersebut," katanya.
Ia menambahkan PT. KJA diduga telah merampas dan sewenang-wenang menguasai dan menggarap tanah milik Hj. Aji Yati. "Mereka melakukan pertambangan tanpa mau melakukan ganti rugi atas tanah atau lahan milik Hj. Aji Yati. Selain itu banyak pula kerugian yang ditimbulkan dan sangat berdampak negatif terhadap masyarakat sekitar dengan limbah dari pabrik tersebut,"ujarnya.
LBH Bara JP yang diwakili Dinalara Butar-Butar, Roynal Cristian Pasaribu, dan Hasruddin Pagajang, bertindak sebagai kuasa hukum Aji Yati. Aji Yati dalam kasus ini bertindak untuk diri sendiri dan juga sebagai kuasa dari Handani Bin Seman dan Busrani Bin Seman.
Ketiganya pemilik tanah seluas 2269 hektar, peninggalan keluarga yang sudah digarap secara turun temurun.Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum Barisan Relawan Jalan Perubahan (LBH Bara JP) melayangkan somasi kepada PT Kideco Jaya Agung (PT KJA) karena melakukan penambangan di atas tanah milik Aji Yati seluas 2269 hektar tanpa ganti rugi yang layak. Tanah tersebut berada di Desa Biu, Kecamatan Muara Samu (dulu Kecamatan Batu Sopang), Kalimantan Timur.
Dinalara Butar-Butar, SH, MH. (Foto: Istimewa)
LBH Bara JP yang diwakili Dinalara Butar-Butar, Roynal Cristian Pasaribu, dan Hasruddin Pagajang, bertindak sebagai kuasa hukum Aji Yati. Aji Yati dalam kasus ini bertindak untuk diri sendiri dan juga sebagai kuasa dari Handani Bin Seman dan Busrani Bin Seman. Ketiganya pemilik tanah seluas 2269 hektar, peninggalan keluarga yang sudah digarap secara turun temurun.
Menurut Dinalara, pihaknya telah menyerahkan 24 surat bukti kepemilikan tanah kliennya yang telah diakui kebenarannya oleh PT KJA.
Meski mengakui kepemilikan tanah kliennya, Dinalara mengatakan Kideco tetap melakukan penambangan di atas tanah tersebut dan tidak memberikan kompensasi ganti rugi yang adil dan bermartabat kepada kliennya.
"Klien kami hanya pernah menerima ganti rugi tanam tumbuh, itupun hanya terhadap beberapa hektar saja, sehingga pada tanggal 28 Oktober 2019 kami telah menyampaikan somasi terhadap PT. KJA untuk menegur perusahaan tersebut agar memberikan kompensasi ganti rugi yang adil dan bermartabat kepada klien kami," katanya.
Terhadap somasi tersebut, Dinalara mengatakan PT. KJA pada tanggal 13 November 2019 telah menanggapinya yang pada pokoknya menyatakan area konsesi pertambangan PT. KJA yang terletak di area Blok SemuBiu, sebagian besar merupakan area kawasan hutan dan dalam melakukan kegiatannya terlebih dahulu memperoleh izin dari pemerintah melalui Dinas Kehutanan.
Dinalara juga mengatakan dalam tanggapannya PT KJA juga menyerahkan bukti Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Hutan No. 005/KWL//PTGH/-3/1992/46.C/40.000/SRI/IX/1992 tanggal 1 September 1992, Seluas 23.021,90 hektar, adendum Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Hutan No. 3139/KWL/PTGH/-3/1998-299/KJA-Adm/VIII/1998, tanggal 12 Agustus 1998, seluas 23. 049,14 hektar, dan Perubahan Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Hutan “PPKH” menjadi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan No. 5/1/IPPKH//PMA/2018, tanggal 2 April 2018 seluas 11. 975,66 hektar.
Menanggapi klaim PT KJA tersebut, kata Dinalara, pihaknya sudah melayangkan surat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta informasi terhadap kebenaran klaim tersebut.
"Jawaban pihak PT. Kideco Jaya Agung tersebut terdapat perubahan luasan Kawasan hutan September 1992, Seluas 23.021,90 hektar, Agustus 1998, seluas 23. 049,14 hektar, kemudian per April 2018 kawasan hutan tersebut hanya tinggal seluas 11. 975,66 hektar. Oleh karena itu kami membutuhkan informasi yang lengkap dan mendetail apakah betul area konsesi Pertambangan PT. Kideko Jaya Agung yang terletak di Area Blok Semubiu tempat lahan milik klien kami secara turun temurun tersebut atau sudah di luar kawasan hutan sebagaimana yang dimaksud dalam Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan No. 5/1/IPPKH//PMA/2018, tanggal 2 April 2018," katanya.
Sementara itu, PT Kideco Jaya Agung melalui kuasa hukumnya Butar-Butar saat dikonfirmasi Tagar, sampai saat ini belum bersedia memberikan jawaban. []