Jakarta - Ketua Umum PP Ikatan Alumni Institut Teknologi Badung (IA-ITB) Gembong Primadjaja dalam sambutannya mengatakan bahwa IA-ITB mendukung program pemerintah untuk berusaha melawan penyebaran Covid-19
Hal ini disampaikan Gembong dalam webinar yang diselenggarakan IA-ITB bertajuk ‘Switching Sunset Industry to Suistainable Biological Vaccine Industry’ pada Sabtu, 18 September 2021
Dalam webinar ini juga dibahas kebutuhan produksi vaksinasi menjadi sangat penting agar mempercepat tercapainya herd immunity dengan minimal 70 % populasi telah mendapatkan vaksin.
“Dalam hal ini Ikatan Alumni ITB mendukung program pemerintah untuk berusaha melawan penyebaran Covid-19 serta melakukan berbagai upaya pemulihan ekonomi masyarakat Indonesia,” kata Gembong Primadjaja.
Jadi yang kami targetkan sebetulnya adalah mengembangkan proses produksi yang nantinya bisa diadopsi oleh industri farmasi atau fasilitas-fasilitas yang bersertifikasi GMP.

Peneliti Vaksin merah putih sekaligus dosen ITB Aluicia Anita Artarini, mengatakan step-step dalam pengembangan produk vaksin di Indonesia.
"Seperti kita tahu, produk biologi tidak hanya vaksin. Diawali dengan pengembangan genetik. Kemudian menciptakan clown yang nantinya bisa memproduksi secara kombinan atau produk biologi rekombinan. Kultur atau fermentasi, dipanen dan dimurnikan serta karakterisasi untuk melihat apakah yang kita murnikan itu betul atau tidak," ujarnya.
“Jadi kami mengembangkan dua platform, yaitu subunit dan vektor adenovirus,” ujar Anita.
- Baca Juga: Webiner IA-ITB: Pemerintah Siapkan Insentif Bagi Investor Industri Farmasi
- Baca Juga: IA - ITB: Program Bantuan Penanggulangan Pandemi Covid-19
Pengembangan kedua kandidat ini, kata Anita, masih skala lab. Kemudian diproduksi pada skala kecil, hasil awal ini sudah diuji di lab.
"Kami masih melakukan berbagai analisa untuk melengkapi data. Kami sudah berhasil mengkonstruksi genom adenovirus rekombinan. Kemudian kita masukkan ke dalam sel mamalia di kultur yang skala kecil juga hanya sampai 20 ml. Lalu dipanen dan dimurnikan serta kita cek karakterisasinya, sel-sel yang terinveksi oleh adenovirus," ujanya.
Rencananya, lanjut Anita, adenovirus ini minggu depan akan dilakukan penyuntikan ke mencit. Jadi uji imunogenisitas ini sebagai bagian dari karakterisasi moto produknya.
"Namun, kalau kita lihat semuanya dilakukan pada skala lab. Dan produk yang dihasilkan pada skala lab ini tidak bisa langsung digunakan pada uji klinis. Karena untuk uji klinis perlu proses produksi yang dilakukan di fasilitas dengan sertifikasi CPOB," ucapnya.
Untuk pergi, kata Anita, ke skala manufaktur diperlukan adanya proses upscaling. Karena pada produk biologi ini menggunakan makhluk hidup. Setiap kali ada pengembangan produk, lanjutnya, untuk menuju ke hilirisasi, proses upscaling ini yang menurut kami menjadi tantangan untuk mengembangkannya.
- Baca Juga: Rakor: IA-ITB Gandeng PMI untuk Kegiatan Kemanusiaan
- Baca Juga: Indofarma Berikan Obat dan Vitamin pada Pengurus IA ITB
"Jadi, yang kami targetkan sebetulnya adalah mengembangkan proses produksi yang nantinya bisa diadopsi oleh industri farmasi atau fasilitas-fasilitas yang bersertifikasi GMP. Dan ini juga tidak mungkin sekali jalan karena setiap kali memproduksi pada skala tertentu kita harus cek produknya dan memenuhi kualitas mutu yang diharuskan," ujarnya.
Ia juga menyampaikan harapan agar memiliki fasilitas, untuk dapat membantu industri farmasi mengurangi optimasi proses yang harus dijalankan.
"Harapannya kalau punya fasilitas seperti ini di ITB bisa membantu industri farmasi mengurangi optimasi proses yang harus dijalankan. Tetapi pada saat ini kami masih mencari dukungan untuk penyediaan peralatan dan pendanaan bahan-bahan habisnya karena semakin besar skalanya, maka semakin besar bahan habis yang dibutuhkan," ucapnya.
(Christy Tolukun)