Staf Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Kusnadi, telah mencabut gugatan yang diajukannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gugatan ini awalnya diajukan untuk menantang sah atau tidaknya penyitaan barang-barang yang dilakukan KPK dalam perkara yang terdaftar dengan nomor 39/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Sidang yang seharusnya membahas jawaban KPK terhadap gugatan tersebut berubah menjadi proses pencabutan permohonan.
Hakim tunggal Samuel Ginting mengabulkan permohonan pencabutan gugatan tersebut dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Ternyata pihak pemohon mengajukan pencabutan permohonan praperadilan," kata Samuel. Setelah membaca surat yang disampaikan oleh kubu Kusnadi, hakim memutuskan untuk mengabulkan permohonan tersebut. "Permohonan ini dapat dikabulkan. Demikian pada hari ini permohonan dicabut," lanjut hakim.
Gugatan ini merupakan bagian dari rangkaian upaya hukum yang dilakukan Kusnadi setelah penggeledahan yang dilakukan KPK terhadap staf Hasto di Gedung KPK pada 10 Juni 2024. Saat itu, Kusnadi digeledah ketika menemani Hasto menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita tiga buah handphone, kartu ATM, dan buku catatan Hasto.
Penyitaan barang-barang milik Hasto dan Kusnadi berbuntut panjang. Tim hukum PDIP langsung melaporkan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada 11 Juni. Keesokan harinya, Kusnadi didampingi tim hukumnya melaporkan KPK ke Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena merasa lembaga antirasuah tersebut telah melanggar HAM. Laporan ini dilanjutkan dengan pengaduan ke Bareskrim, Mabes Polri, pada 13 Juni, meskipun laporan tersebut ditolak.
Setelah berkonsultasi dengan penyidik di Bareskrim, Kusnadi dan tim hukumnya justru disarankan untuk mengajukan gugatan praperadilan. Selain itu, Rossa Purbo Bekti kembali dilaporkan ke Dewas KPK pada 20 Juni atas tuduhan pemalsuan surat atau dokumen penyitaan. Staf Hasto, Kristiyanto, juga telah meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 28 Juni 2024.