Jakarta - Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung hari ini, Senin, 13 Januari 2020 dijadwalkan akan memanggil tujuh orang saksi dalam dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pemeriksaan saksi kemungkinan akan dilakukan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung.
Ketujuh oang tersebut yakni Goklas AR Tambunan, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Bursa Efek Indonesia (BEI), Vera Florida, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI, Irvan Susandy, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI. Endra Febri Styawan, Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi BEI, Lies Lilia Jamin, eks Direktur PT OSO Manajemen Investasi, dan Syahmirwan.
Kasus ini bermula dari laporan yang berasal dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M. Soemarno Nomor : SR – 789 / MBU / 10 / 2019 tanggal 17 Oktober 2019 perihal Laporan Dugaan Fraud di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), telah ditindak lanjuti oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT – 33 / F.2 / Fd.2 / 12 / 2019 tanggal 17 Desember 2019.
Keterlibatan 13 perusahaan
Hari Setiyono, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagun) mengatakan berdasarkan hasil penyidikan ditemukan dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan grup-grup tertentu (13 perusahaan) yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Penyalahgunaan investasi dalam program asuransi JS Saving Plan membuat Jiwasraya hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian sebesar Rp 13,7 triliun.
"Asuransi JS Saving Plan yang mengalami gagal bayar terhadap klaim yang jatuh tempo sudah diprediksi sebelumnya oleh BPK," kata Hari dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Senin, 13 Januari 2020.

Hari menjelaskan, BPK menemukan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi yang dilakukan oleh Jiwasraya. Perusahaan asuransi pelat merah ini berinvestasi pada aset-aset berisiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi (high retrun). Antara lain, penempatan pada saham sebesar 22,4 persen dengan nilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. "Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ45) dan 95 persen ditempatkan pada saham berkinerja buruk," ucapnya.
BPK diminta hati-hati dalam mengambil kebijakan
Selain saham, Jiwasraya juga menempatkan dana pada reksadana sebesar 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, hanya dua persen yang dikelola oleh manajer investasi berkinerja baik (top tier management), dan 98 persen oleh manajer investasi berkinerja buruk.
Sebelumnya Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan BPK harus berhati-hati saat mengambil kebijakan pada kasus PT Asuransi Jiwasraya. Pasalnya, kasus Jiwasraya merupakan berskala besar yang tidak menutup kemungkinan akan berdampak sistemik terhadap industri jasa keuangan di Indonesia, khususnya pada sektor asuransi.
“Dampak sistemik itu jangan diukur hanya berdasarkan nilai aset [Jiwasraya] saja, tapi lihat nilai bukunya," kata Agung di Kantor Pusat BPK, Jakarta Pusat, Rabu, 9 Januari 2020.
Untuk itu, dia terus berkoordinasi dengan jajaran terkait agar persoalan keuangan Jiwasraya tidak menjalar pada industri jasa keuangan lainnya. Guna mempertahankan kepercayaan investor dalam melakukan transaksi ekonomi, khususnya pada sektor keuangan. "Kami khawatir kepercayaan publik akan hilang dan ada risiko yang terlibat didalamnya," ucapnya. []