Jakarta - Kebijakan kontroversial ekspor benur atau benih lobster akhirnya menyeret nama Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pusaran dugaan korupsi. Politikus Partai Gerinda ini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan ekspor benur.
Kebijakan Menteri Edhy mengizinkan ekspor benih lobster yang memicu kontroversi ramai menjadi pembicaraan publik pada medio 2020 lalu. Kisruh menggelinding bak bola api.
Polemik yang semula hanya antara Edhy Prabowo dengan Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan meluas, menyeret sejumlah petinggi Partai Gerindra. Belum jelas apakah beberapa orang yang ikut tertangkap bersama Menteri Edhy di Bandara Soekarno Hatta, Rabu dini hari, setelah pulang perjalanan dari Amerika Serikat, merupakan petinggi Gerindra.
Polemik ini berawal dari Keputusan Menteri Edhy yang membuka keran ekspor benih lobster. Padahal saat Susi Pudjiastuti menjabat Menteri KP, ia melarang ekspor benur sebagai wujud kedaulatan atas keberagaman sumber daya hayati Indonesia.
Menteri Edhy yang merupakan kader Partai Gerinda itu membuka keran ekspor benih lobster dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Regulasi baru itu mencabut Peraturan KP Nomor 56 Tahun 2016 besutan Susi Pudjiastuti.
Dalam peraturan baru tersebut, terdapat beberapa perubahan ketentuan, khususnya terkait penangkapan dan pengeluaran lobster. Penghapusan larangan menjual benih lobster untuk budidaya menjadi salah satu perubahan peraturan yang berujung polemik.
Selain itu, ada beberapa ketentuan lain yang tercantum dalam Permen KP No. 12 Tahun 2020 yang menjadi perdebatan beberapa kalangan masyarakat. Berikut perbandingan peraturan soal pengelolaan lobster era Susi Pudjiastuti dan Edhy Prabowo.

1. Ketentuan Ukuran dan Berat Lobster
Pada Permen KP No. 56 Tahun 2016 pasal 2 huruf a menyatakan penangkapan lobster hanya boleh dilakukan apabila lobster tidak dalam kondisi bertelur. Penangkapan lobster juga hanya diperbolehkan apabila ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per ekor.
Sementara pada Permen KP No. 12 Tahun 2020 pasal 2 huruf a, menyatakan penangkapan lobster "Tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada Abdomen luar dan ukuran panjang karapas di atas 6 cm atau berat di atas 150 gram per ekor untuk lobster pasir."
2. Ketentuan Pembudidayaan Lobster
Dalam pasal 3 huruf c Permen KP No. 12 Tahun 2020, penangkapan benih bening lobster dan/atau lobster muda dilakukan dengan menggunakan alat penangkap yang bersifat statis. Sementara pada huruf e, pembudidaya harus melepasliarkan lobster sebanyak 2 persen dari hasil panen lobster yang dibesarkan. Pelepasliaran lobster dilakukan di wilayah perairan tempat pengambilan benih bening lobster.
Pada Permen KP No. 56 Tahun 2016 Pasal 7 ayat 1 menyatakan "Setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya." Pada ayat 2 huruf a, setiap penangkapan lobster yang tidak sesuai ketentuan, seperti ukuran panjang karapas dan berat, harus dilepaskan.
"Setiap orang yang mengeluarkan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) dalam kondisi yang tidak sesuai ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4, dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 7 ayat 3 ermen KP No. 56 Tahun 2020.
Pada pasal 5 huruf a Permen KP No. 12 Tahun 2020, pengeluaran benih bening lobster dilakukan sesuai dengan kuota dan lokasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bidang Perikanan Tangkap.
Sementara pada huruf b pasal 5, "eksportir harus melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudi daya setempat berdasarkan rekomendasi direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan budidaya." []
- Baca Juga: Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Bu Susi Trending Topic di Twitter
- Menteri KKP Edhy Prabowo Diciduk KPK Terkait Ekspor Benur