Enam Rumah Ibadah di Royal Residence Surabaya

Masjid, Gereja Katolik, Gereja Protestan, Kelenteng, Vihara, dan Pura berdiri berdampingan di perumahan Royal Residence Surabaya.
Masjid, Gereja Katolik, Gereja Protestan, Kelenteng, Vihara, dan Pura berdiri berdampingan di perumahan Royal Residence, Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Tagar/Ihwan Fajar)

Surabaya - Perumahan Royal Residence mendadak menjadi perhatian setelah viral video yang diunggah seorang netizen bernama Neti Yoga tentang keberadaan enam rumah ibadah yang berdiri berdampingan.

Unggahan Neti Yoga di Twitter pada 17 Juli 2019, itu sudah di-retweet sebanyak 17.674 dan mendapatkan like sebanyak 29.771 pada Selasa, 23 Juli 2019. 

Tagar menelusuri keberadaan enam rumah ibadah yang ada di salah satu perumahan elit di kawasan Surabaya Barat tersebut.

Saat tiba di depan perumahan Royal Residence, dua orang Security menghentikan laju sejumlah kendaraan yang akan masuk ke dalam perumahan.

Dengan santun, seorang security menanyakan kartu identitas dan maksud serta tujuan masuk Royal Residence.

“Maaf, Bapak, boleh lihat KTP-nya?” tanya seorang security. Permintaan security yang meminta tanda pengenal, saya berikan.

“Tujuan Bapak mau ke mana?” tanyanya lagi. Saya pun menjawab ingin mengunjungi lokasi enam rumah ibadah yang ada di kompleks perumahaan ini.

Setelah pemeriksaan, security menunjukkan letak enam rumah ibadah.

“Bapak lurus saja terus. Kalau dapat bundaran lurus terus. Nanti di ujung belok kiri, di situ rumah ibadahnya,” katanya.

Royal ResidenceEnam rumah ibadah di Royal Residence mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika. (Foto: Tagar/Ihwan Fajar)

Awal Mula

Berdiri di lahan 400 meter persegi, enam rumah ibadah, yakni Masjid, Pura, Gereja Protestan, Gereja Katolik, Kelenteng, dan Vihara menjadi simbol toleransi umat beragama di Surabaya.

Dari enam bangunan yang ada, hanya masjid, gereja Katolik, dan gereja Protestan yang sudah digunakan. Sementara tiga rumah ibadah lain yakni kelenteng, vihara, dan pura masih dalam tahap penyelesaian.

Satu hal yang membuat khawatir, yakni keberadaan rumah ibadah ini tepat berada di bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Usai Salat Jumat, Tagar menyempatkan diri bertemu seorang tokoh agama Royal Residence bernama Upris di Masjid Muhajirin.

Upris menceritakan sejarah berdirinya enam rumah ibadah yang ada di kompleks perumahan Royal Residence.

Ia menjelaskan awalnya ia bersama Ketua Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence, Indra Prasetya resah karena harus keluar dari kompleks perumahan untuk salat.

Dari situ ia bersama warga muslim lain mengajukan kepada developer untuk pengadaan tanah yang bisa dibangun masjid.

“Saya lupa tahunnya. Tapi awalnya kami mengajukan agar ada masjid di dalam perumahan. Developer menyetujui, tapi ada permintaan untuk dibangun rumah ibadah lain,” ujarnya.

Upris yang juga seorang kontraktor ini tak mempermasalahkan tanah yang dihibahkan oleh developer juga dibangun rumah ibadah lain.

“Di sini memang tanah kosong, karena di bawah SUTET. Jadi yang dibangun pertama itu masjid, setelah itu gereja dan pura,” kata Upris.

Royal ResidenceKetua Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence, Indra Prasetya. (Foto: Tagar/Ihwan Fajar)

Forum Komunikasi Rumah Ibadah

Meski mengetahui sejarah berdirinya enam rumah ibadah, Upris mengarahkan Tagar untuk bertemu Ketua Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence, Indra Prasetya.

“Lebih bagus Pak Indra yang jelaskan lebih detail,” ujarnya.

Setelah dapat arahan dari Upris, Tagar pun mencoba menemui Ketua Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence, Indra Prasetya di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang masih di wilayah Kecamatan Wiyung, Surabaya.

Indra yang tak lain Ketua Yayasan Insan Indonesia Mandiri mengatakan awalnya lahan untuk enam rumah ibadah tersebut tidak masuk dalam site plan pembangunan Royal Residence.

“Awalnya developer memang tidak menyediakan fasilitas umum berupa rumah ibadah. Dan sejak awal saya tinggal di sini tahun 2010, memang tidak ada rumah ibadah,” kata dia.

Karena tidak ada rumah ibadah itulah, dirinya yang beragama Islam harus keluar perumahan untuk melaksanakan ibadah.

“Selama ini warga di sana (Royal Residence) selalu melaksanakan ibadah di luar perumahan. Baru pada akhir 2014, kami mengajukan ke developer agar disediakan rumah ibadah,” tuturnya. 

Pada 2016, developer pun menyetujui dan memberikan lahan seluas 400 meter persegi untuk dijadikan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) .

"Developer bilang , ya sudah, kalau begitu sekalian semua (agama). Lahannya ada di bawah SUTET, apa mau di situ?' Kita jawab mau," kenang Indra.

Indra mengaku menyetujui karena Indonesia memiliki enam agama yang diakui oleh pemerintah yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu.

Royal ResidencePertemuan pengurus Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence. (Foto: FKRI/Tagar/Ihwan Fajar)

Biaya Gotong-royong

Meski pihak developer menghibahkan lahan untuk dibangun rumah ibadah, tetapi pembangunan rumah ibadah dilakukan secara swadaya.

“Kami swadaya dan bagi-bagi proposal dana ke pemerintah kota, provinsi, bahkan ke pusat juga ada, seperti Hindu yang dapat dari organisasinya,” kata Indra.

“Kalau Katolik dari provinisi dapat. Jadi, semua sepakat untuk dibangun bersama," ucap dia.

Setelah pendanaan pembanguna rumah ibadah tercukupi, pembangunan dimulai pada 2017. Hingga saat ini baru tiga rumah ibadah yang sudah beroperasi yakni masjid, gereja Protestan dan gereja Katolik.

Sementara itu, tiga rumah ibadah lain yaitu seperti pura, vihara, dan kelenteng masih dalam proses pembangunan.

Usai sepakat membangun bersama enam rumah ibadah, kata Indra, selanjutnya dibahas soal organisasi yang akan mengayomi enam agama ini.

“Di situlah hadir Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence dan teman-teman sepakat memilih saya sebagai ketuanya,” ujarnya.

Dengan adanya FKRI inilah, menjadi wadah bagi enam agama untuk berkomunikasi menjaga toleransi dan menghindari adanya gesekan antarumat beragama.

Indra mengaku untuk menjaga toleransi, sering digelar pertemuan dengan tokoh agama. Selain itu, jika ada hari besar keagamaan, ada kesepakatan antartokoh agama yakni kegiatan tidak boleh dilakukan dengan jadwal yang sama.

“Tujuannya agar pemeluk agama lain tidak terganggu. Sebab, jarak antarrumah ibadah yang berjajar itu, masing-masing hanya berjarak tiga meter,” kata Indra.

"Misalkan Katolik dan Protestan sama-sama ada Natalan. Kita (pemeluk agama lain) harus menyesuaikan. Nanti disampaikan ke umat lain, agar tidak melakukan kegiatan di hari yang sama dan itu sudah disepakati," imbuh dia.

Beberapa kesepakatan yang dibuat seperti soal pembagian tempat parkir. Misalnya, warga yang hendak beribadah diberi kebebasan untuk memarkir kendaraannya di mana saja.

"Misalnya hari Minggu, ada agama Hindu, Kristen, Katolik, Budha, dan Konghucu ibadahnya kan semua bersamaan, sehingga semua sudah sepakat bahwa tidak masalah memarkir kendaraan di depan masjid,” ujarnya.

“Saat itupun kegiatan di masjid diupayakan tidak minggu pagi, karena sudah banyak teman yang menggunakan lokasi parkir," tutur Indra.

Tidak hanya soal parkiran, soal pengeras suara luar pun juga disepakati ditiadakan.

“Masjid tidak pakai speaker luar saat azan, hanya speaker dalam masjid saja. Begitu juga untuk teman-teman di gereja, sepakat tidak ada lonceng. Jadi semua ini sudah disepakati untuk menjaga toleransi umat beraga,” ujar Indra.

Indra berharap toleransi antarumat bergama tetap terjaga dengan adanya kesepakatan tersebut.

“Di sini cuma ada dua warga yang beragama Hindu, tapi tetap disediakan rumah ibadah. Tuhan menciptakan manusia untuk saling rukun dan berinteraksi," ujarnya.

Indra menambahkan, setelah seluruh rumah ibadah beroperasi, nantinya masing-masing agama mengirimkan perwakilan untuk menjadi tokoh agama.

“Jadi yang menjadi tokoh agamanya harus tinggal di dalam perumahan ini, agar dia tahu apa saja kesepakatan dan kondisi di sini,” harapnya.

“Kalau ada benturan bisa diminimalisir. Kita bertemu tiap hari. Tapi mudah-mudahan rukun," tutur Indra. []

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.